
KUTIM: Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) kembali menegaskan komitmennya mencegah praktik perkawinan anak.
Komitmen itu dituangkan dalam kegiatan Sosialisasi Layanan Konseling bagi Pemohon Dispensasi Kawin Tahun 2025 yang digelar Bidang Pemenuhan Hak Anak di Teras Belad, Sangatta, Selasa, 18 November 2025.
Kegiatan tersebut menghadirkan 120 peserta dari lintas sektor, di antaranya perwakilan instansi pemerintah, siswa-siswi SMA, guru bimbingan konseling, serta tokoh agama dan masyarakat.
Narasumber berasal dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Kutai Timur dan Pengadilan Agama Sangatta yang memaparkan aspek psikologis serta hukum terkait pengajuan dispensasi kawin.
Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak DPPPA Kutim, Rita Winami, mengatakan kegiatan ini digelar untuk memberikan pemahaman yang lebih utuh kepada masyarakat mengenai risiko pernikahan usia dini.
“Kami ingin memastikan masyarakat tidak hanya mengetahui aturannya, tetapi juga memahami konsekuensinya, terutama bagi perkembangan anak,” ujarnya.
Rita menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut berlandaskan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Perkawinan, serta program kerja Bidang Pemenuhan Hak Anak tahun 2025.
Ia menegaskan bahwa DP3A Kutim telah merumuskan empat tujuan utama kegiatan, yakni memberikan edukasi mengenai dampak negatif pernikahan usia dini dari aspek kesehatan, psikologis, sosial, dan pendidikan.
Selain itu menyampaikan informasi terkait aturan dispensasi kawin serta peran layanan konseling sebelum pengajuan permohonan; kemudian meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemenuhan hak anak dan perlindungan dari praktik perkawinan anak; dan terakhir membangun jejaring kerja antarinstansi untuk memperkuat upaya pencegahan pernikahan usia dini.
Rita berharap sosialisasi ini menjadi langkah awal memperkuat koordinasi antar pemangku kepentingan.
“Kami menginginkan respons yang lebih cepat, lebih terarah, dan lebih kolaboratif dalam mencegah pernikahan pada usia anak,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa layanan konseling sebelum pengajuan dispensasi kawin harus dipahami sebagai upaya perlindungan, bukan sekadar formalitas administratif.
“Melalui konseling, kami ingin memastikan keputusan yang diambil benar-benar mempertimbangkan masa depan anak,” ucapnya.
Dengan sosialisasi ini, Pemkab Kutim berharap pemahaman masyarakat tentang bahaya pernikahan usia dini semakin meluas, sekaligus memperkuat mekanisme pencegahan melalui kerja sama antarinstansi. (Adv)

