SAMARINDA: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur membentuk Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) sebagai langkah strategis merehabilitasi lebih dari 101 ribu hektare mangrove yang rusak akibat alih fungsi lahan.
Langkah ini diambil menyusul data Peta Mangrove Nasional 2023 yang mencatat Kaltim memiliki sekitar 352 ribu hektare ekosistem mangrove, namun sebagian besar telah mengalami degradasi karena aktivitas tambak, perkebunan, hingga permukiman.

Target rehabilitasi dipatok seluas 101.712 hektare, dengan pembiayaan dari APBD Kaltim, dukungan mitra pembangunan, serta sumber dana sah lain yang tidak mengikat.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menegaskan bahwa pembentukan KKMD bukan sekadar formalitas, melainkan komitmen nyata pemerintah untuk menjaga kelestarian ekosistem penting ini.
“Mangrove adalah benteng alami dari abrasi dan bencana iklim, juga menyimpan potensi karbon biru yang bisa memberi nilai tambah ekonomi. Kalau tidak kita jaga, kerugiannya dua kali lipat: ekosistem rusak dan ekonomi hilang,” ucap Seno saat mambuka Talkshow Hari Mangrove Sedunia di Pendopo Odah Etam, Selasa, 26 Agustus 2025.
Menurut Seno, tingkat keberhasilan rehabilitasi mangrove selama ini masih rendah. Dari pengalaman sebelumnya, hanya sekitar 30–40 persen penanaman yang berhasil tumbuh akibat bibit tidak sesuai atau diterjang gelombang.
“Kita butuh upaya ekstra, koordinasi kuat, dan keterlibatan semua pihak agar target rehabilitasi tercapai,” jelasnya.
KKMD dibentuk berdasarkan keputusan gubernur dan beranggotakan unsur pemerintah, akademisi, swasta, mitra pembangunan, LSM, serta media.
Kelompok ini bertugas mengidentifikasi kondisi ekosistem, menyinergikan program antar sektor, memfasilitasi penyelesaian masalah, mendorong data dasar mangrove, hingga memantau pelaksanaan rehabilitasi.
Rencana aksi KKMD mencakup perlindungan mangrove eksisting, pengembangan tambak ramah lingkungan melalui konsep smart silvofishery, penguatan pemasaran produk berbasis mangrove, hingga penanaman kembali kawasan kritis.
Data resmi menunjukkan ekosistem mangrove Kaltim tersebar di tujuh kabupaten, 46 kecamatan, dan 234 desa. Kutai Kartanegara menjadi wilayah dengan luasan terbesar, mencapai lebih dari 110 ribu hektare.
Namun, dalam dua dekade terakhir, kerusakan mangrove di Kaltim mencapai 38 ribu hektare. Dari angka itu, hampir separuh berubah menjadi tambak, 36,9 persen menjadi semak belukar, lima persen menjadi perkebunan, dan sisanya untuk kebutuhan lain.
Salah satu penyebab utama kerusakan adalah pembukaan tambak tradisional tanpa perencanaan yang matang. Banyak tambak akhirnya ditinggalkan karena tidak produktif.
“Kita dorong konsep tambak ramah lingkungan supaya masyarakat tetap bisa hidup dari tambak tanpa merusak mangrove,” tegas Seno.
Pembentukan KKMD Kaltim juga menindaklanjuti arahan nasional tentang perlindungan mangrove. Pemerintah pusat menekankan pengelolaan tidak hanya berfokus pada rehabilitasi, tetapi juga perlindungan kawasan eksisting, peningkatan kapasitas masyarakat, serta perubahan pola pengelolaan tambak.
Seno menegaskan, konservasi mangrove harus menjadi gerakan bersama.
“Ini urusan semua pihak, bukan hanya pemerintah. Kita harus kerja sama dengan akademisi, swasta, media, dan masyarakat. Dengan KKMD, koordinasi lebih solid dan target rehabilitasi bisa tercapai,” pungkasnya.