SAMARINDA: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) mendorong pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Gender dan Penanganan Ketimpangan Gender untuk mempercepat upaya kesetaraan.
Usulan ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kaltim, Sri Wahyuni.
Menurutnya, forum lintas sektor ini penting agar kebijakan dan program pembangunan lebih fokus serta tepat sasaran.
“Kalau kita hanya rapat tanpa rencana aksi, hasilnya tidak maksimal. Pokja ini harus menyusun rencana aksi dengan target jelas, berdasarkan data ketimpangan di tiap kabupaten/kota,” ujarnya saat diwawancarai seusai menghadiri diseminasi hasil survei indikator pendukung IPM, IPG, IDG, dan IKG di Kantor Gubernur Kaltim, Kamis, 18 September 2025.
Sri mencontohkan, lama sekolah rata-rata di Kaltim baru 10,2 tahun, atau belum lulus SMA. Kondisi ini membutuhkan intervensi melalui program Paket C bagi anak usia non-sekolah agar mereka tetap bisa melanjutkan pendidikan.
“Kalau hanya mengandalkan program gratis sekolah, yang tersentuh hanya anak usia sekolah. Padahal ada yang sudah 19–25 tahun belum lulus SMA. Mereka juga harus diberikan akses agar produktif,” tegasnya.
Selain pendidikan, aspek infrastruktur juga menjadi perhatian. Akses jalan menuju fasilitas kesehatan tingkat pertama, misalnya, masih terkendala di beberapa daerah.
Menurut Sri, hal ini harus menjadi perhatian serius Dinas Pekerjaan Umum agar pembangunan jalan bisa mendukung kelancaran layanan kesehatan.
Sementara Dinas Kesehatan perlu memastikan pelayanan tidak hanya tersedia, tetapi juga dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat, terutama perempuan di daerah terpencil.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa Pokja Gender harus melibatkan sejumlah instansi kunci, mulai dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Sosial, hingga Dinas Tenaga Kerja, agar persoalan kesenjangan gender bisa ditangani secara komprehensif.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) juga dinilai penting untuk mengintegrasikan data ketimpangan ke dalam perencanaan pembangunan, sementara Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dapat memastikan adanya kesempatan karier yang setara bagi ASN laki-laki dan perempuan.
Sri menegaskan, pembentukan Pokja Gender bukan sekadar menambah birokrasi, melainkan wadah sinergi lintas perangkat daerah.
“Dengan rencana aksi yang jelas, kita bisa memastikan intervensi tepat sasaran. Tidak lagi sekadar berdasarkan keinginan penyusun program, tapi berbasis data kesenjangan nyata,” pungkasnya.