SAMARINDA: Ratusan pengemudi ojek dan taksi online yang tergabung dalam Aliansi Mitra Kalimantan Timur Bersatu (AMKB) memadati halaman Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Senin siang, 11 Agustus 2025.
Dengan spanduk terbentang dan pengeras suara berderu, mereka melantunkan orasi yang berulang, seperti keluhan yang tak kunjung dijawab, tentang rendahnya tarif dan lemahnya penegakan aturan.
AMKB, gabungan dari berbagai komunitas transportasi daring di Kalimantan Timur, memandang aksi ini sebagai titik kulminasi dari rasa frustrasi yang telah menumpuk sejak lama.
Koordinator AMKB Ivan Jaya menegaskan bahwa tujuan aksi bukan sekadar menuntut, melainkan mengingatkan pemerintah agar tidak abai terhadap nasib para pengemudi.
“Kami meminta pemerintah menerapkan tarif taksi online sesuai SK Gubernur Kaltim, menghapus seluruh program tarif murah ojek online seperti akses hemat, slot, dan double order, serta menindak tegas seluruh aplikator yang telah melanggar keputusan Gubernur Kalimantan Timur,” katanya, diiringi sorak dukungan dari peserta aksi.
Dalam orasi yang mengalun bergantian, para pengemudi membeberkan dampak program tarif murah yang dijalankan aplikator.
Mereka menyebut tarif hemat memaksa pengemudi bekerja lebih lama dengan penghasilan yang justru menurun.
Program slot dianggap menjerat pengemudi pada target tertentu yang sering kali mustahil dicapai tanpa mengorbankan waktu istirahat.
Sementara skema double order dinilai memicu risiko keselamatan karena pengemudi kerap dipaksa mengatur dua pesanan sekaligus di jalan.
Selain penegakan tarif sesuai SK Gubernur, AMKB mendesak pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap kebijakan aplikator, membuka kanal pengaduan resmi bagi pengemudi, serta memastikan sanksi nyata bagi perusahaan yang terbukti melanggar.
Mereka menilai tanpa langkah konkret, keputusan gubernur hanya akan menjadi dokumen yang berdebu di laci birokrasi.
Aksi berjalan dengan pengawalan ketat aparat kepolisian.
Di mata para pengemudi, waktu bagi pemerintah hampir habis.
Mereka memberi tenggat untuk segera memberikan jawaban, dan jika tak juga ada respons, mereka berjanji akan terus menduduki ruas jalan di depan Kantor Gubernur.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.