SAMARINDA: Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kalimantan Timur (Kaltim) mendorong agar Gedung UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Odah Bersama yang baru selesai dibangun Pemerintah Provinsi Kaltim tidak hanya difungsikan sebagai fasilitas hunian dan rehabilitasi, tetapi berkembang menjadi pusat pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas.
Gedung UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Odah Bersama ini sudah selesai dibangun dari tahun 2024 berlokasi di Jalan Bersinar Indah, Sungai Kunjang, Samarinda.
Ketua PPDI Kaltim, Anni Juwairiyah, menyampaikan apresiasi atas selesainya pembangunan fasilitas panti yang dinilai sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.
Menurutnya, keberadaan gedung baru tersebut harus memberikan dampak langsung terhadap peningkatan kapasitas dan kemandirian para difabel.
“Pembangunan ini bukan sekadar berdirinya sebuah bangunan, tetapi simbol hadirnya negara yang lebih peduli, lebih manusiawi, dan lebih berpihak kepada pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas,” ujar Anni saat puncak semarak Hari Disabilitas Nasional (HDI) 2025, Sabtu, 6 Desember 2025.
Ia berharap fasilitas baru yang akan menjadi UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas “ODAH Bersama” tersebut menjadi pusat pelatihan, pemberdayaan, dan rehabilitasi yang melahirkan talenta-talenta disabilitas yang mampu berkontribusi bagi pembangunan daerah.
Menurutnya, keberadaan gedung dan sarana pendukung harus diikuti program pelatihan profesional yang terstruktur.
“Kami memodifikasi konsepnya seperti creative center, tempat para penyandang disabilitas bisa berkreasi baik pemusik, pelukis, dan lainnya untuk membangun kepakaran di Kalimantan Timur. Mudah-mudahan doa kita bersama terkabul,” katanya.
Anni menegaskan bahwa peringatan Hari Disabilitas Internasional menjadi pengingat bahwa disabilitas bukan kekurangan, melainkan bagian dari keragaman manusia.
Tema “Setara Berkarya, Berdaya Tanpa Batas” menurutnya menegaskan prinsip akses yang setara dan kesempatan yang sama bagi difabel.
“Hak-hak penyandang disabilitas bukan diberikan karena iba, tetapi karena martabat dan kemanusiaan yang sama,” tegasnya.
Ia menyampaikan beberapa harapan kepada pemerintah daerah, termasuk penguatan implementasi kebijakan inklusi di sektor pendidikan, ketenagakerjaan, dan pelayanan publik.
Meski regulasi telah tersedia, Anni menilai pelaksanaannya di lapangan masih belum optimal.
“Kita sudah memiliki banyak undang-undang dan regulasi, tetapi implementasinya masih berjarak. Melalui momentum ini, kami berharap kebijakan benar-benar dijalankan,” katanya.
PPDI juga meminta optimalisasi fungsi panti disabilitas agar menjadi pusat pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi, serta tidak hanya menjadi tempat penampungan.
Selain itu, ia mendorong pelibatan organisasi penyandang disabilitas dalam proses perumusan kebijakan oleh pemerintah.
“Setiap pengambilan keputusan harus melibatkan organisasi penyandang disabilitas. Kami berharap kemitraan dengan pemerintah terus berlanjut,” ujarnya.
Anni juga mengusulkan perluasan kemitraan dengan dunia usaha melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang fokus pada pemberdayaan disabilitas, khususnya di daerah pedesaan yang sulit mendapatkan akses pelayanan.
“Kami percaya apabila pemerintah, masyarakat, dan penyandang disabilitas berjalan bersama, inklusi akan menjadi kenyataan, bukan sekadar slogan,” tutupnya.

