KUKAR: Di jalur strategis yang menghubungkan Samarinda, Bontang, hingga Sangkulirang, sebuah rest area mulai tumbuh sebagai simbol kolaborasi dan kemandirian desa.
Rest Area Odah Bekenyawa, yang sedang dibangun di Desa Perangat Baru, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), bukan sekadar tempat peristirahatan di tengah perjalanan panjang.
Ia tumbuh sebagai manifestasi kolaborasi antara masyarakat desa dan sektor swasta, dalam wujud program pemberdayaan masyarakat (PPM).
Proyek yang mulai digarap sejak awal 2025 itu telah menunjukkan kemajuan signifikan.
Hingga pertengahan Juli, progres fisiknya telah menyentuh angka 50 persen.
Target penyelesaiannya memang ambisius, namun dukungan yang mengalir dari berbagai pihak membuat optimisme tetap terjaga.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Bambang Arwanto, menyampaikan bahwa nilai pembangunan rest area ini mencapai Rp3,6 miliar.
Separuh dari dana tersebut sudah terkumpul, berkat kontribusi dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar Marangkayu.
“Ini adalah proyek pertama rest area publik yang didanai oleh swasta sepenuhnya. Kita dorong agar penyelesaiannya bisa dipercepat. Dukungan Gubernur dalam kunjungan kali ini sangat penting untuk memacu semangat perusahaan agar realisasi fisik bisa selesai lebih cepat,” ujar Bambang dalam kunjungan kerja pada Sabtu, 12 Juli 2025.
Lokasi Odah Bekenyawa memang strategis.
Lokasinya terletak di jalur vital yang kerap dilalui kendaraan antarwilayah, dari jantung provinsi di Samarinda menuju kawasan industri di Bontang dan Kutai Timur, hingga daerah pesisir seperti Sangkulirang.
Bagi pelintas, keberadaan tempat istirahat layak di titik ini bukan kemewahan, melainkan kebutuhan.
“Bayangkan perjalanan bisa mencapai 100-200 kilometer tanpa tempat istirahat yang layak. Dengan adanya Odah Bekenyawa, masyarakat bisa berhenti, shalat, makan, atau sekadar beristirahat. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga bisa menekan risiko kecelakaan akibat kelelahan,” kata Bambang, menekankan pentingnya fungsi sosial proyek ini.
Luas lahan yang dipersiapkan mencapai satu hektare.
Di atasnya, akan dibangun fasilitas-fasilitas publik yang menyentuh berbagai kebutuhan: musala, toilet umum, taman bermain anak, dan deretan gazebo untuk bersantai.
Beberapa gazebo bahkan telah dibangun lebih awal oleh Pertamina, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan.
Namun, yang menjadikan Odah Bekenyawa istimewa bukan hanya infrastrukturnya, melainkan filosofi pembangunannya.
Rest area ini digagas bukan semata-mata sebagai tempat singgah, melainkan sebagai motor penggerak ekonomi lokal.
Pemerintah desa bersama Dinas ESDM telah menyusun rencana untuk menjadikan area tersebut sebagai sentra UMKM.
“Ada kampung kopi di sini, yang kopi luwaknya sudah dikenal luas. Kita sudah punya rencana membuat store khusus. Jadi rest area ini tidak hanya berhenti di fungsi fasilitas publik, tapi juga menjadi penggerak ekonomi,” tutur Bambang.
Langkah ini menyiratkan arah baru pembangunan infrastruktur di daerah: bukan lagi sekadar menjawab kebutuhan, melainkan menciptakan peluang.
Di tengah iklim birokrasi yang kerap bergantung pada anggaran negara, proyek seperti ini menunjukkan bahwa desa juga bisa mengambil inisiatif, menggandeng mitra, dan membangun secara mandiri.
Keberhasilan pembangunan Odah Bekenyawa, jika kelak dapat memberikan dampak signifikan, menjadi model yang akan direplikasi di wilayah lain.
“Kita sedang jajaki untuk meniru format ini di beberapa wilayah lain. Intinya, kita ingin desa ikut berperan aktif dalam pengelolaan pembangunan, bukan hanya menunggu bantuan,” tutup Bambang. (Adv/Diskominfokaltim)
Editor : Emmi