FLORES : Sekitar 1.900 Kepala Keluarga (KK) penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih belum dapat menempati Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun di Desa Konga, Kecamatan Titehena.
Dari total 420 kopel yang direncanakan untuk menampung 2.100 KK, baru 50 kopel yang selesai dibangun, dan hanya 40 di antaranya telah dihuni.
Sebagian besar pengungsi masih bertahan di empat posko utama, yakni di Lewolaga, Konga, Bokang, dan Kobasoma, sedangkan lainnya memilih mengungsi secara mandiri.
Sementara itu, sekitar 3.000 jiwa yang rumahnya berada di luar radius rawan bencana telah kembali ke kediaman masing-masing.
Kondisi di posko pengungsian semakin sulit, terutama sejak musim hujan dan angin mulai melanda wilayah tersebut.
Para pengungsi mengeluhkan tenda-tenda yang tergenang air dan suasana yang tidak nyaman. Setelah hampir tiga bulan tinggal di pengungsian, kejenuhan pun mulai dirasakan.
“Kami berharap pemerintah dapat mempercepat penyelesaian Huntara ini, sebab sekarang sudah musim hujan dan angin. Kondisi di tenda pengungsian pasti semakin parah,” ujar Paulus, salah seorang penyintas yang masih bertahan di Posko Pengungsian Desa Kobasoma, Sabtu, 1 Februari 2025.
Harapan serupa juga disampaikan Yohanes warga Desa Dulipali yang sejak 4 November harus berbagi tenda dengan belasan keluarga lainnya.
“Kami sudah lelah di pengungsian. Anak-anak mulai sering sakit karena kondisi yang semakin buruk. Kalau Huntara bisa segera selesai, kami bisa mulai membangun kehidupan lagi,” ungkapnya.
Selain menanti percepatan pembangunan huntara, para penyintas juga berharap proses relokasi ke hunian tetap dapat segera direalisasikan agar kehidupan mereka kembali normal.
Hingga kini, satu-satunya lokasi relokasi yang menunjukkan perkembangan adalah Noboleto. Sementara itu, Wukolewoloro dan Kojarobek masih menunggu persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Adapun lokasi Bungawolo dan Waidoko masih dalam tahap pendekatan, terutama terkait kesepakatan dengan pemilik hak atas tanah secara komunal.
Dengan kondisi cuaca yang semakin buruk dan keterbatasan fasilitas di pengungsian, para penyintas terus berharap agar upaya percepatan pembangunan huntara dan relokasi hunian tetap dapat segera direalisasikan demi mengakhiri ketidakpastian yang mereka alami.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur, Fredy Moat Aeng melalui Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Flores Timur Avelina Halan menyebut bahwa pembangunan huntara terus diupayakan meski mengalami kendala teknis dan cuaca.
“Kami memahami kesulitan yang dihadapi para penyintas. Saat ini, pengerjaan huntara masih berjalan, dan kami berupaya agar target penyelesaian bisa dipercepat,” katanya, Sabtu.
Seperti diketahui, letusan Gunung Lewotobi pada 3 November 2024 mengakibatkan sembilan orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka.
Erupsi dahsyat ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menghancurkan permukiman warga serta meluluhlantakkan perkebunan akibat lontaran material vulkanik berupa abu, pasir, kerikil, dan batu.
Bencana ini memaksa ribuan orang meninggalkan kampung halaman mereka, mencari tempat yang lebih aman untuk bertahan hidup.(*)