
Samarinda – Sekitar Rp 159 Miliar dana bantuan keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) belum terbayarkan di 4 kabupaten/kota di Kaltim.
Data ini diketahui ketika DPRD Kaltim memanggil Pemprov dan 10 pemerintah kabupaten/kota di Kaltim dalam rapat pembahasan penyaluran Bankeu tahun anggaran 2021 pada Senin (27/12/2021) siang.

Dalam data tersebut, Kota Balikpapan hanya menyerap dana transfer sebesar 65 persen atau setara dengan Rp 83.785.000.000, begitu juga dengan penyerapan anggaran di Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar) baru sekitar 65 persen atau sekitar Rp 71.792.500.000, selain itu untuk Kabupaten Kutai Timur (Kutim) baru menyerap 65 persen atau sekitar Rp 73.171.799.192,70.
“Penyerapan paling sedikit dimiliki oleh Kota Bontang yaitu 25 persen atau sekitar Rp 12.159.500.000. Kalau Kota Samarinda sudah terserap 100 persen,” ungkap Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun usai memimpin jalannya rapat di Gedung Sekretariat DPRD Kaltim.
Bahkan, dana transfer Pemprov Kaltim kepada kabupaten/kota yang seharusnya cair dalam 3 tahapan itu, pernah tidak sampai pada Kota Bontang sebanyak 2 kali tahapan.
“Ini biasanya terjadi karena nomenklatur yang berbeda dengan provinsi. Kemudian ada berkas yang tidak lengkap hingga timing waktu tidak sesuai jadwal yang ditentukan sehingga mengakibatkan keterlambatan,” ujar anggota Fraksi PDIP itu.
Samsun menerangkan, tidak disalurkannya dana transfer tentu membuat Pemprov Kaltim memiliki Silpa kembali dan kabupaten/kota pun pastinya mendapatkan kendala besar dalam membayar rekanan.
“Seperti Kota Bontang yang tidak sanggup melaksanakan pembangunan dan Kutim yang beberapa kali mengalami kegagalan pelelangan,” sebutnya.
Dari hasil RDP tersebut, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim menginginkan supaya Pemprov Kaltim harus segera menyelesaikannya dan mencairkan seluruh dana transfer tersebut agar tak terjadi Silpa.
“Banggar bersepakat agar bisa dicairkan. Limitasi pusat itu tanggal 31 Desember, sementara gubernur memberikan limitasi tanggal 20 Desember sudah harus selesai. Kita harapkan permasalahan administratif ini selesai,” harap Samsun.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, menilai jika salah satu faktor terhambatnya penyerapan anggaran ini adalah adanya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 49 Tahun 2020 tentang tata cara pemberian, penyaluran dan pertanggungjawaban belanja Bankeu Pemerintah Kaltim.
“Ini menjadi perdebatan. Sudah ada yang dibayarkan Rp 25 juta, Rp 40 juta. Sekarang sisanya malah ditahan dengan alasan tidak sesuai dengan nomenklatur dan Pergub 49,” ungkapnya usai rapat pembahasan penyaluran
Menurutnya, hal ini telah menjadi boomerang sendiri. Bahkan dalam rapat pembahasan penyaluran Bankeu, pihak Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Sekretaris Daerah (Sekda), hingga Gubernur Provinsi Kaltim tidak ada yang hadir dan hanya diwakilkan saja.
Masalah lain yang juga muncul adalah asistensi pegerjaan infrastruktur yang stagnan. Harusnya cair dan tersalurkan pada kabupaten/kota untuk dinikmati masyarakat dalam bentuk pembangunan tetapi malah tertunda.
Ia pun berpendapat agar ke depan Pemprov sebaiknya langsung saja menyerahkan bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk dikelola dan dipertanggungjawaban.