SAMARINDA: Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, menegaskan sikap tegas pemerintah terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) yang terlibat dalam praktik premanisme dan pungutan liar (pungli).
Ia menekankan bahwa tidak ada toleransi terhadap tindakan yang mengganggu stabilitas keamanan maupun merusak iklim investasi di wilayahnya.
“Siapapun, termasuk ormas, jika melakukan pungli harus ditindak oleh aparat penegak hukum. Tidak boleh ormas melakukan pungli karena itu akan mencederai ormas-ormas lainnya,” tegasnya usai Rapat Monitoring Penanganan Ormas Terafiliasi Premanisme, di Ruang Bina Bangsa, Badan Kesbangpol Kaltim, Minggu, 11 Mei 2025.
Menurutnya, pungutan oleh ormas tanpa dasar hukum adalah bentuk pelanggaran yang harus ditindak tegas.
Ia menegaskan bahwa satu-satunya bentuk pungutan yang sah adalah retribusi berdasarkan peraturan daerah (perda), bukan atas nama kelompok atau organisasi tertentu.
Sebagai langkah konkret, Rudy Mas’ud menyatakan kesiapan Pemprov Kaltim untuk membentuk Satgas Terpadu Penanganan dan Pembinaan Ormas Terafiliasi Premanisme.
Satgas ini akan melibatkan unsur Forkopimda, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga tokoh adat demi memastikan langkah penanganan yang inklusif dan berkelanjutan.
Pemerintah pusat sendiri telah membentuk tim koordinasi di bawah kendali Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), dengan tanggung jawab langsung dari Panglima TNI dan Kapolri serta dipimpin oleh Kabareskrim Polri.
“Jika diperlukan, kita akan segera bentuk tim terpadu yang melibatkan Forkopimda, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat di Kalimantan Timur,” ungkapnya.
Data Badan Kesbangpol menunjukkan, sejak 2007 hingga April 2025, terdapat 3.468 ormas yang terdaftar di Kaltim.
Namun hanya 931 ormas yang dinyatakan masih aktif, sementara sisanya tidak memperbarui status atau dinyatakan tidak aktif.
Gubernur menggarisbawahi bahwa kehadiran ormas di daerah seharusnya menjadi mitra strategis pemerintah dalam pembangunan, bukan sumber keresahan publik.
Oleh karena itu, setiap bentuk pelanggaran seperti kekerasan, pemerasan, maupun penguasaan lahan tanpa izin akan ditindak, baik secara administratif maupun hukum.
“Semua yang berkaitan dengan ilegal akan kita tindak. Itu sudah masuk ranah pidana dan menjadi kewenangan aparat hukum,” tandasnya.
