
SAMARINDA: Penetapan empat mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) sebagai tersangka dalam kasus dugaan perakitan bom molotov jelang aksi demonstrasi 1 September 2025 di DPRD Kaltim menuai tanggapan dari DPRD Kaltim.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menyatakan apresiasinya terhadap semangat mahasiswa yang turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi. Menurutnya, gerakan mahasiswa adalah momentum penting secara nasional untuk menggerakkan nurani dan menyampaikan kegelisahan publik.
“Gerakan mahasiswa itu luar biasa. Mereka punya konsep terkait isu-isu nasional maupun lokal. Tapi ketika dikaitkan dengan dugaan perakitan molotov, tentu ini mengingkari perjuangan mahasiswa itu sendiri,” kata Salehuddin saat diwawancarai, Kamis, 4 September 2025.
Meski demikian, ia menegaskan tetap berpikir positif. Salehuddin menyatakan keyakinannya bahwa mahasiswa tidak sengaja membuat molotov sebagai bagian dari gerakan murni mereka.
“Saya haqqul yakin mereka tidak melakukan itu dengan tujuan menciptakan kericuhan. Bisa jadi ada faktor lain, bahkan kemungkinan dimanfaatkan pihak luar,” ujarnya.
Salehuddin berharap pihak kepolisian dapat melihat kasus ini secara proporsional. Menurutnya, meski ada unsur dugaan pelanggaran hukum, mahasiswa juga sedang menjalankan hak konstitusional dalam menyampaikan aspirasi.
“Kalau memang terbukti ada peran mahasiswa, saya berharap ada pengkhususan. Jangan sampai mereka diberi sanksi yang berat. Ingat, ini juga bagian dari proses demokrasi meskipun ada unsur kriminal yang harus diuji,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan keyakinannya bahwa mahasiswa tidak sampai berpikir membuat kericuhan melalui molotov.
“Saya yakin, haqqul yakin, bahwa itu bukan tujuan mahasiswa. Bisa jadi ada pihak lain yang mendorong atau memanfaatkan. Kalau pun itu betul dilakukan mahasiswa, polisi harus bijak dan tidak memberi sanksi berat,” tegasnya.
Ia juga menanggapi sejumlah spekulasi publik yang meragukan status mahasiswa para tersangka.
Beberapa netizen menyebut adanya kejanggalan, termasuk soal penampilan dua mahasiswa berambut gondrong yang tidak lazim di Fakultas Keguruan.
Terlebih saat konferensi pers Rabu kemarin di Polresta Samarinda terlihat ada kedekatan mereka dengan aparat. Hal-hal seperti ini yang membuat publik bertanya.
“Saya juga sama seperti itu, jadi wajar kalo muncul dugaan seperti itu. Polisi harus adil dan bijaksana dalam penanganan kasus ini,” ucapnya.
Politisi Golkar itu juga menyinggung isu simbol-simbol ideologi terlarang yang disebut turut diamankan polisi. Menurutnya, barang seperti itu sering muncul di ranah akademik sebagai bahan diskusi sejarah.
“Kalau misalnya ada simbol-simbol PKI, di dunia akademik itu biasa, karena memang dipelajari. Jangan langsung dipolitisasi. Mahasiswa sejarah justru terbiasa dengan itu dalam konteks pembelajaran,” jelasnya.