SAMARINDA: Memperingati Hari Buruh Internasional 2025, Serikat Buruh Samarinda menyuarakan tuntutan terkait kesetaraan dan kesejahteraan pekerja, khususnya mengenai upah yang layak dan perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.
“Kaum buruh ini menjadi tumbal. Ketika mereka (perusahaan) mengalami krisis, yang dikorbankan adalah buruh. Mereka dipaksa bekerja lebih keras dengan upah rendah demi menyelamatkan krisis kapitalisme,” tegas perwakilan Serikat Buruh Samarinda, Yoyok Sudamanto, saat aksi damai di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Kamis 1 Mei 2025.
Data hingga September 2024 mencatat sebanyak 390 pekerja di Kalimantan Timur mengalami PHK dari 329 perusahaan, dengan jumlah terbanyak berasal dari Kota Balikpapan (313 orang) dan sisanya dari Kabupaten Kutai Timur (77 orang).
Menurut Yoyok, pemerintah seharusnya memberikan perlindungan nyata kepada buruh, termasuk dengan menerbitkan regulasi yang berpihak kepada mereka.
Ia juga menyoroti bahwa berbagai elemen masyarakat turun ke jalan bukan hanya untuk memperingati Hari Buruh, tetapi juga untuk mengingatkan pemerintah agar berpihak kepada rakyat dalam menghadapi sistem kapitalisme yang disebutnya sebagai akar dari ketimpangan.
“Atau yang biasa kita sebut oligarki, yang hanya mementingkan keuntungan mereka semata,” tuturnya.
Yoyok menegaskan, pihaknya tidak menolak investasi atau aktivitas usaha oleh perusahaan, namun ia menuntut agar distribusi kesejahteraan tidak hanya menguntungkan pemilik modal.
“Contohnya subsidi dipangkas, BBM naik, nah upah rendah kan membuat daya beli buruh menurun. Mereka gak bisa beli harga naik. Anggap aja Rp3 juta gaji, itu pas-pasan apalagi buruh yang sudah berkeluarga jelas sangat kurang,” ungkapnya.
Selain menuntut upah layak, mereka juga menolak praktik outsourcing berkepanjangan yang menyebabkan pekerja tidak mendapat status sebagai karyawan tetap.
“Jadi sampai puluhan tahun mereka cuma dikontrak saja, tidak dijadikan karyawan tetap. Padahal kan ada batasan 2 tahun saja, tapi tidak ada jaminan buruh mendapat kepastian kerja yang layak,” ucapnya.
Untuk itu, Serikat Buruh Samarinda mendesak pemerintah bersikap tegas terhadap perusahaan yang masih menerapkan praktik upah murah dan hubungan kerja tanpa kepastian.