
SAMARINDA: Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Syarifatul Sya’diah, menegaskan pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan visi dan misi kepala daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“RPJMD itu penjabaran visi dan misi di masing-masing OPD. Kita ingin lihat langsung anggarannya, prioritasnya apa saja, dan kendala apa yang mereka hadapi,” ujar Syarifatul, Rabu 9 Juli 2025.
Ia menekankan, DPRD tidak hanya berperan sebagai lembaga pengawas, tetapi juga sebagai pengawal arah pembangunan daerah agar sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Salah satu program yang menjadi perhatian Komisi III adalah GratisPol, bantuan pendidikan gratis untuk jenjang SMA/SMK dan perguruan tinggi bagi warga ber-KTP Kaltim.
Menurut Syarifatul, meski program ini mulia dan menjadikan Kaltim sebagai pionir pendidikan tinggi gratis di Indonesia, pelaksanaannya tetap perlu efisiensi dan verifikasi agar tidak terjadi pemborosan anggaran.
“Program Gratispol ini memerlukan anggaran sangat besar, sekitar Rp5,5 triliun. Kita tentu ingin program ini bisa menyentuh masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Tapi kadang, masyarakat yang sebenarnya mampu pun tetap menerima karena sasarannya adalah seluruh warga ber-KTP Kaltim,” jelasnya.
Ia menyarankan agar dilakukan evaluasi mendalam dan proses verifikasi calon penerima agar dana dapat dialihkan ke kebutuhan lain yang lebih mendesak, terutama di daerah pemilihan (dapil) yang belum terjangkau infrastruktur memadai.
“Kami berharap dengan verifikasi seperti ini, anggaran bisa lebih efisien dan bisa digunakan juga untuk kebutuhan lain di daerah-daerah yang masih sangat memerlukan, seperti dapil kami,” katanya.
Sebagai wakil rakyat dari Dapil Berau, Syarifatul juga menyoroti persoalan minimnya infrastruktur menuju destinasi wisata unggulan di wilayahnya. Ia menilai Berau memiliki potensi wisata alam yang besar namun masih terhambat oleh buruknya akses jalan.
“Infrastruktur di tempat kami, di Berau, masih jauh dari kata maksimal. Tidak seperti di Samarinda atau Balikpapan yang masalahnya paling-paling soal banjir. Kalau kami, punya spot wisata cantik, alami, tapi aksesnya masih sulit,” jelasnya.
Ia mencontohkan wilayah Merabu yang memiliki sejumlah objek wisata yang telah dikenal wisatawan mancanegara, tetapi aksesnya masih melalui jalan berlumpur dan penuh debu.
“Kami waktu reses ke Merabu, banyak sekali spot wisata yang alami dan sudah dikenal wisatawan luar negeri. Tapi untuk masuk ke sana masih harus melewati jalan berlumpur dan berdebu, apalagi kalau hujan. Jadi bagaimana kita mau jual pariwisata kalau aksesnya saja masih begitu,” ungkapnya.
Syarifatul berharap ke depan alokasi anggaran pembangunan infrastruktur dapat menyentuh wilayah-wilayah dengan potensi wisata tinggi seperti Berau. Ia menegaskan bahwa pembangunan harus merata dan tidak hanya terkonsentrasi di kota-kota besar.
“Daerah kami luas sekali, dan sangat membutuhkan pembangunan infrastruktur yang merata. Kalau mau pariwisata berkembang, akses ke lokasi harus dibuka dan diperbaiki,” tutupnya.