SAMARINDA : Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Akmal Malik menegaskan isu perempuan tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan parsial, melainkan harus ada pendekatan kolaboratif dan holistik.
“Kalau yang diundang hanya perempuan, memang bisa hanya perempuan yang menyelesaikan persoalan ini? Harusnya berimbang, jika mendengar perspektif perempuan maka laki-laki juga,” ujarnya membuka sambutan.
Hal itu ia katakan saat Membuka Acara Deklarasi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Serta Seminar Ketahanan Keluarga di Pendopo Odah Etam Komplek Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada Samarinda, Selasa 3 Desember 2024.
Sebagai informasi, kegiatan ini diikuti sebanyak 200 peserta yang terdiri dari Forkopimda Kaltim, perangkat daerah di lingkungan Pemprov Kaltim, instansi vertikal wilayah Kaltim, Dinas Pengampu Urusan PPPA dan PPKB Kabupaten/Kota se-Kaltim, Ketua TP PKK Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Kaltim, lembaga/organisasi masyarakat Kaltim serta Forum Anak Kaltim.
Menurutnya, penting memetakan dengan baik terkait persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak agar bisa men-treatment secara tepat langkah-langkah apa yang diperlukan.
“Langkah-langkah yang sudah dilakukan rata-rata fasilitasi, koordinasi. Pertanyaannya how, seperti apa fasilitasi itu. Bagi saya paling bagus preventif,
kita harus tahu titiknya,” tegasnya.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu mengajak seluruh pihak terkait untuk mulai mendeteksi dari awal terkait data-datanya.
“Kalau memang ingin serius, tidak sekadar program saja untuk mendapatkan anggaran. Ayo kita mulai kalau serius, kalau tidak ya gini-gini aja seremonial deklarasi,” sindirnya.
Ia meminta, DKP3A harus bisa mendeteksi apa penyebab kekerasan terbadap perempuan dan anak ini terjadi. Apakah karena kriteria keluarga, apakah karena pendidikan atau karena ruang publik yang sedikit.
“Bagi saya menyelesaikan permasalahan ini kita harus punya peta riil, data yang kuat sehingga dengan uang yang terbatas kita bisa menentukan skala prioritas. Itu rumusnya. Bagaimana menentukan skala prioritas jika tak punya data yang tepat. Wasting time, wasting money,” kritiknya.
Ia mengingatkan, kekerasan tidak berdiri sendiri, melainkan dibentuk oleh lingkungan dan pendidikan. Apabila kekerasan dilihat sebagai bentuk tunggal, maka itu adalah kesalahan fatal.
“Tolong dihitung sebabnya apa sehingga kita fair melihat persoalan ini. Saya titip pesan untuk seminar ini, bahwa ketahanan keluarga dilihat dari banyak persepektif. Legalitas, infrastruktur,” pesannya.
Akmal menambahkan, Kekerasan bisa direduksi dengan membangun lingkungan yang asri dan nyaman bagi semua orang.
“Perbanyak lah ruang publik, berkolaborasi dengan Dinas Pertanian, Dinas PU dan lainnya agar bisa menyediakan ruang ruang publik yang baik insyaallah saya yakin bisa mengurangi angka kekerasan,” yakinnya.
Sekretaris DKP3A Kaltim Ema Rosita menyampaikan, berdasarkan data Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) yang dikelola oleh Kemen PPPA, kasus kekerasan di Kaltim cenderung meningkat.
Rinciannya, kasus kekerasan pada Semester 2 tahun 2021 sebanyak 551 kasus, Semester 2 tahun 2022 sebanyak 945 kasus (meningkat 70%), Semester 2 tahun 2023 sebanyak 1108 kasus (meningkat 18%).
Kemudian selama Januari sampai 31 Oktober 2024, tercatat ada 810 kasus dengan korban sebanyak 891 orang, komposisi korban dewasa sebanyak 292 orang (33%) dan korban Anak sebanyak 599 orang (67%).
“Bentuk kekerasan yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual (40,8%), kekerasan fisik (28,8%) dan kekerasan Psikis sebanyak 20,1%,” paparnya.
Sementara jika dilihat dari tempat kejadiannya, baik kekerasan terhadap perempuan maupun anak, paling banyak terjadi di rumah tangga yaitu 58,0%.
“Artinya lebih dari separuh kekerasan terjadi di rumah tangga. Kondisi ini menunjukkan bahwa perempuan dan anak rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat aman buat mereka,” tuturnya.
Deklarasi dibacakan Kepala DKP3A Noryani Sorayalita dan diikuti seluruh peserta berisi lima poin.
Pertama, menolak berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kedua, mencegah terjadinya perkawinan usia anak.
Ketiga, mengajak masyarakat untuk tidak takut bersuara dan melaporkan tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak kepada pihak berwenang.
Keempat, membangun pentahelix antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha dan media massa dalam upaya mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kelima, mewujudkan Provinsi Kaltim sebagai Provinsi Layak Anak (Provila).
Acara yang dirangkai Penandatanganan Komitmen Deklarasi ini menghadirkan narasumber Staf Ahli Menteri PPPA Bidang HUkum dan HAM Indra Gunawan, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kaltim Sunarto, Pakar Parenting Kaltim Abdul Wahab Syahrani.(*)