SAMARINDA: Polresta Samarinda bersama jajaran Polda Kaltim dan Bareskrim Polri, kini memburu aktor kasus bom molotov terhadap tiga orang yang diduga berperan penting dalam perakitan 27 bom molotov di lingkungan kampus FKIP Universitas Mulawarman (Unmul).
Ketiganya antara lain, Mr. X, Mr. Y, dan Mr. Z, Mereka diyakini memiliki peran vital dalam jaringan ini.
Mr. X disebut menyiapkan material tambahan, Mr. Y berperan mengawasi jalannya perakitan di sekretariat Himpunan Mahasiswa Sejarah FKIP Unmul, sementara Mr. Z berperan sebagai penyandang dana.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, menegaskan pengejaran terhadap tiga nama ini menjadi prioritas utama setelah pihaknya berhasil menangkap dua aktor intelektual, MS alias NH (38) dan AJM alias Lae (43), yang diamankan di Samboja pada Kamis, 4 September 2025.
“Dua di antaranya warga Samarinda, sementara satu orang domisili di luar Kaltim. Kami berkomitmen secepatnya mengungkap peran dan menangkap ketiganya,” kata Hendri dalam konferensi pers, Jumat malam, 5 September 2025.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa perencanaan aksi dimulai sejak 29 Agustus 2025. Pertemuan antara NH dengan Mr. X dan Mr. Y menghasilkan kesepakatan untuk menyiapkan bom molotov sebagai alat perlawanan dalam aksi demonstrasi 1 September di DPRD Kaltim.
Tak lama, NH menghubungi Mr. Z, yang menyatakan sanggup membiayai kebutuhan material. Pada 31 Agustus, NH dan Z membeli jeriken, Pertalite 20 liter, serta botol kaca yang kemudian disalurkan ke sekretariat mahasiswa melalui Lae dan seorang mahasiswa berinisial R, yang merupakan satu dari empat tersangka sebelumnya.
“Artinya ada struktur peran yang jelas. NH sebagai penggagas, Mr. Z penyandang dana, Mr. X dan Mr. Y sebagai penyuplai material dan pengawas perakitan, sementara Lae membantu distribusi,” jelas Hendri.
Selain itu, aparat juga mendalami dugaan keterkaitan kelompok ini dengan jaringan di luar daerah. Barang bukti berupa buku, poster, hingga stiker yang diamankan di lokasi perakitan dinilai mengarah pada paham perlawanan internasional.
“Indikasi ini sedang kami dalami bersama Bareskrim Polri. Diduga jaringan ini tidak berdiri sendiri, melainkan punya keterkaitan dengan kelompok di luar Kaltim,” tegas Hendri.
Mereka dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara, serta Pasal 187 dan 187 bis KUHP dengan ancaman delapan tahun penjara.
Polisi memastikan, pengejaran tiga aktor lain yang masih buron akan dilakukan hingga tuntas.
“Mereka punya peran penting. Kasus ini tidak akan berhenti sampai semua yang terlibat diamankan,” pungkas Hendri.