SAMARINDA: Upaya pembenahan tata kelola pendidikan vokasi di Kalimantan Timur (Kaltim) menunjukkan hasil nyata. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di provinsi ini berhasil turun hingga 6,77 persen pada tahun 2025—angka terendah sepanjang sejarah SMK di Kaltim.
Capaian ini diungkapkan Kepala Bidang SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Surasa, dalam kegiatan Transformasi Tata Kelola SMK yang dihadiri para kepala SMK se-Kaltim di Samarinda, Kamis 30 Oktober 2025.
“Angka ini merupakan TPT paling rendah sepanjang sejarah SMK di Kalimantan Timur. Capaian ini patut diapresiasi sebagai hasil kerja bersama seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah provinsi, dunia usaha industri, hingga pihak sekolah,” ujar Surasa.
Menurut Surasa, penurunan angka pengangguran lulusan SMK tidak lepas dari penerapan tiga komponen utama pembelajaran, yaitu edukasi, teaching factory, dan inovasi.
Ia menjelaskan, pendidikan vokasi kini diarahkan menjadi replika industri, di mana sekolah menjalankan empat fungsi utama yang serupa dengan perusahaan—yakni produk, sumber daya manusia (SDM), keuangan, dan pemasaran.
“Bagaimana guru yang sudah di-reskilling dan upskilling, termasuk pelajar, itu menjadi bagian dari SDM produktif di sekolah,” terangnya.
Implementasi Teaching Factory (TFA), kata dia, menjadi kunci dalam pengembangan produk nyata di lingkungan sekolah. Sedangkan pada aspek keuangan, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Provinsi dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk mendukung pembelajaran berbasis industri tersebut.
Surasa menambahkan, komponen inovasi juga berperan besar dalam peningkatan serapan kerja melalui fungsi pemasaran yang dijalankan oleh Bursa Kerja Khusus (BKK) di setiap sekolah.
“Saat ini sudah ada sekitar 160 SMK di Kaltim yang memiliki BKK dan terdaftar di Dinas Tenaga Kerja. BKK diminta mampu membuat digitalisasi portofolio mikro kredensial peserta didik, sehingga bisa dipasarkan langsung ke industri pasangan,” jelasnya.
Menurutnya, langkah digitalisasi ini bukan hanya mempercepat proses rekrutmen, tetapi juga menjadi indikator utama peningkatan penyerapan tenaga kerja lulusan SMK di Kaltim.
Selain di bidang penempatan kerja, Surasa juga menyoroti pentingnya inovasi produk yang dihasilkan oleh sekolah. Ia mencontohkan prototipe mobil listrik karya SMK Negeri 10 Samarinda yang dinilai sebagai inovasi strategis mendukung Kaltim sebagai salah satu dari tiga provinsi piloting pekerjaan hijau (green jobs) yang ditetapkan oleh Bappenas.
“Bagaimana mobil listrik itu bisa menjadi prototipe yang dikembangkan lebih lanjut. Ini bentuk kontribusi nyata SMK terhadap arah kebijakan energi terbarukan nasional dan daerah,” kata Surasa.
Ia menegaskan, inovasi tidak harus selalu dalam bentuk teknologi canggih seperti kendaraan listrik, tetapi juga bisa dimulai dari alat-alat pertanian sederhana dan kebutuhan industri lokal lainnya. Yang penting inovasi itu relevan, bermanfaat, dan bisa memberi dampak langsung bagi masyarakat.
