SAMARINDA: Usulan tukar guling lahan milik PT Kaltim Diamond Coal (KDC) dengan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) di Jalan MT Haryono, Kelurahan Air Putih, Samarinda, belum bisa disetujui.

DPRD Kaltim menekankan bahwa seluruh mekanisme hukum, penyelesaian sengketa batas lahan, hingga penilaian aset yang setara harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum rencana tersebut bisa dilanjutkan.
Rencana tukar guling itu dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Kaltim, Senin, 22 September 2025 dengan menghadirkan perwakilan kontraktor, konsultan pengawas, serta Dinas PUPR-PERA.
PT KDC menawarkan pelepasan sebagian lahannya untuk pembangunan jalan baru sepanjang tiga kilometer dengan lebar 12 meter, yang akan menghubungkan Jalan MT Haryono hingga Ringroad Suryanata.
Selain itu, perusahaan juga menyiapkan rencana besar pembangunan Masjid Agung Batu Putih di atas lahan seluas 10 hektare dengan menara setinggi 200 meter, dikombinasikan dengan kawasan wisata religi.
“Jalan itu perlu karena perkembangan Kota Samarinda luar biasa, di mana-mana macet. Bahkan di lingkungan lahan itu ada sekolah milik provinsi. Kalau akses ini dibuka, tentu bisa dimanfaatkan masyarakat dan sekolah,” jelas Rohim, Direktur Aset PT KDC.
Rohim menambahkan, jika pemerintah harus melakukan pembebasan lahan warga, akan banyak menemui kendala. Dengan skema tukar guling, kata dia, proses akan lebih cepat dan bisa segera dimanfaatkan masyarakat. Pihaknya juga mengklaim sejumlah aset perusahaan sebelumnya telah dikembalikan untuk kepentingan publik.
Namun, usulan ini belum lepas dari masalah hukum. Terdapat overlap sekitar 4.469 meter persegi lahan yang diklaim milik PT KDC dengan lahan Dinas Perkebunan Provinsi.
PT KDC mengaku sudah beberapa kali melayangkan surat kepada BPKAD dan Dinas Perkebunan untuk peninjauan lapangan bersama, tetapi tidak mendapat tanggapan. Akibatnya, pagar yang dianggap berdiri di atas lahan perusahaan dirubuhkan, dan setelah itu PT KDC dituding merusak aset pemerintah.
“Kami tidak berniat merambah tanah perkebunan. Hanya ingin memastikan batas bidang tanah. Kalau ukur bersama BPN dan KJSP, akan jelas mana yang milik perkebunan dan mana yang milik kami,” tegas Rohim.
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin menegaskan, setiap usulan tukar guling aset pemerintah harus berdasarkan aturan yang jelas.
Dasar hukumnya, kata dia, termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Mekanismenya, usulan diajukan dulu ke gubernur, setelah itu baru ke DPRD. Syaratnya harus untuk kepentingan umum, nilainya seimbang, dan jangan sampai pemerintah dirugikan,” ujarnya.
Hasanuddin menambahkan, prinsip transparansi dan akuntabilitas harus dijaga dalam setiap proses.
Walaupun niat PT KDC terlihat positif, lahan yang masih bermasalah tidak bisa serta-merta dijadikan objek tukar guling.
Senada, Ketua Komisi II DPRD Kaltim Sabaruddin Panrecalle mengingatkan agar pembangunan masjid dan kawasan wisata religi tidak dijadikan tameng untuk meloloskan proses tukar guling.
“Kalau bicara rumah ibadah, tentu semua akan tersentuh. Tapi jangan sampai simbol agama dijadikan jualan. Tukar guling ini harus sesuai aturan, tidak boleh merugikan negara, dan harus punya kepastian hukum,” tegas Sabaruddin.
Ia menambahkan, lahan bermasalah tidak boleh ditukar sebelum ada putusan hukum yang jelas.
DPRD, kata dia, tidak ingin proses ini di kemudian hari menimbulkan persoalan hukum.
“Kami di Komisi II ingin solusi terbaik, tapi butuh kajian mendalam dan telaah hukum. Jangan sampai di akhir jabatan, masalah ini jadi kasus hukum,” tambahnya.
RDP akhirnya menyepakati bahwa usulan PT KDC belum bisa diputuskan. DPRD meminta peninjauan lapangan ulang bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJSP) untuk memastikan batas tanah. Selain itu, penilaian independen terhadap nilai aset harus dilakukan agar ada kesetaraan antara lahan Pemprov dengan lahan yang ditawarkan PT KDC.
“Proses ini masih panjang. Kami apresiasi niat baik PT KDC, tapi semua harus sesuai aturan. Pemerintah tidak boleh dirugikan,” tutup Hasanuddin.
Dengan demikian, wacana tukar guling lahan untuk pembangunan akses jalan dan kawasan wisata religi di Samarinda ini masih menunggu tindak lanjut teknis dan kajian hukum lebih lanjut.

 
		 
