JAKARTA : Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Usulannya itu dengan menambahkan bab khusus mengenai pelestarian perkawinan.
Menag menginginkan revisi karena angka perceraian mengalami tren kenaikan setiap tahun. Dampaknya, sering kali melahirkan orang miskin baru dengan korban pertama istri, lalu anak.
Oleh karena itu, Menag menyatakan bahwa negara perlu hadir. Bukan hanya dalam mengesahkan UU, tapi juga menjaga keberlangsungan pernikahan.
Berdasarkan data yang dihimpun Kemenag, pada 2024 angka perceraian mencapai 466.359 kasus, sedangkan perkawinan mencapai 1.478.424 kejadian.
Bila dibandingkan dengan 2023, angka perceraian mengalami kenaikan dari 463.654 kasus. Sementara pernikahan justru berkurang, dari 1.577.255 kejadian di tahun yang sama.
Menurut Nasaruddin, tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi sinyal bahwa ketahanan rumah tangga perlu mendapat perhatian serius Negara.
Tidak cukup hanya mengatur legalitas pernikahan, tetapi juga perlu hadir dalam menjaga keutuhannya.
Ia menilai sudah saatnya UU Perkawinan menegaskan pentingnya pelestarian perkawinan sebagai bentuk perlindungan keluarga dan investasi masa depan bangsa.
Menag juga menyoroti, perlunya pendekatan mediasi sebagai langkah preventif dalam menjaga keutuhan perkawinan.
Ia merekomendasikan 11 strategi mediasi ,yang dapat dilakukan BP4 (Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan).
“Kita perlu lebih fokus pada mediasi. BP4 menjadi pihak yang paling tepat dalam merespons dan mencegah meningkatnya angka perceraian. Bahkan, jika perlu kita usulkan Undang-Undang baru tentang ketahanan rumah tangga,” ujar Nasaruddin dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tahun 2025 awal pekan ini.
Menag juga mengusulkan agar BP4 dilibatkan secara resmi dalam proses perceraian melalui surat keputusan Mahkamah Agung, serta mendorong penguatan BP4 hingga ke tingkat daerah
Adapun 11 strategi mediasi yang direkomendasikan bagi BP4 adalah:
1. Memperluas peran mediasi kepada pasangan pra-nikah dan usia matang yang belum menikah.
2. Proaktif mendorong pasangan muda untuk menikah.
3. Berperan sebagai “makcomblang” atau perantara jodoh.
4. Melakukan mediasi pascaperceraian untuk mencegah anak terlantar.
5. Menjadi mediator dalam konflik antara menantu dan mertua.
6. Bekerja sama dengan peradilan agama agar tidak mudah memutus perkara cerai.
7. Memediasi pasangan nikah siri untuk melakukan isbat nikah.
8. Menjadi penengah dalam permasalahan yang menghambat proses pernikahan di KUA.
9. Melakukan mediasi terhadap individu yang berpotensi selingkuh.
10. Menginisiasi program nikah massal agar masyarakat tidak terbebani biaya.
11. Menjalin koordinasi dengan lembaga pemerintah yang mengelola program gizi dan pendidikan agar anak-anak mendapat perhatian yang layak.
Sementara itu, Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menyambut baik arahan tersebut. Ia menegaskan bahwa tantangan keluarga Indonesia saat ini semakin kompleks. Mulai dari tingginya angka perceraian hingga rendahnya literasi perkawinan.
“Kami menyadari bahwa tantangan dalam pembinaan dan pelestarian perkawinan di era sekarang semakin kompleks,” aku Abu Rokhmad.
Ditambahkan, tingginya angka perceraian, rendahnya literasi perkawinan, hingga tantangan budaya digital terhadap ketahanan keluarga merupakan masalah nyata yang harus kita hadapi dan sikapi bersama.
Abu menyatakan kesiapan jajaran Ditjen Bimas Islam untuk mendukung pengembangan kelembagaan dan program strategis BP4. “BP4 adalah mitra strategis Direktorat Jenderal Bimas Islam,” tandasnya.
