TARAKAN : Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi Kalimantan Timur menggelar kegiatan promosi hak kekayaan intelektual (KI) dan mengedukasi masyarakat akan pentingnya melakukan perlindungan terhadap hasil suatu produk, merek atau aset komunitas yang dimiliki dengan kepastian hukum yang terdaftar.
Dirangkai dengan kegiatan desiminasi hal KI, kegiatan tersebut menghadirkan beberapa narasumber yakni Pemeriksa Merek Ahli Madya Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI Gerda Netty Octavia, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Dulyono, Arsiparis Ahli Muda pada Seksi Inventarisasi Hastuti.
Kemudian narasumber dari Pemkot Tarakan yaitu Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan Kota Tarakan Abdul Salam dan Kepala Bidang Perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kota Tarakan Murliadi Palham.
Kepala Kanwil Kemenkumham Kaltim Sofyan mengungkapkan harapannya agar kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi hak atas kekayaan intelektual.
“Kita berharap masyarakat dapat lebih memperhatikan aspek hukum dalam melindungi kekayaan intelektual, sehingga tidak terjadi lagi kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual yang merugikan suatu komunitas atau pemilik merek,” ungkapnya, Senin (10/4/2023).
Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kemenkumham Kaltim, Dulyono menyampaikan bahwa KI adalah hak yang timbul sebagai hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia serta hak untuk menikmati secara ekonomis dari suatu kreativitas intelektual.
“Aset KI dapat mendongkrak perekonomian suatu negara, tidak hanya mengandalkan sumber daya alam yang dapat habis di kemudian hari. Suatu bangsa apabila memiliki Kekayaan Intelektual yang tinggi, maka dipastikan negara tersebut memiliki asset kekayaan devisa yang tinggi pula,” Ucap Dulyono dalam paparannya.
Kemudian, Hastuti menjelaskan Kekayaan Intelektual Komunal menurut Peraturan Pemerintah/ PP Nomor 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal yang selanjutnya disingkat KIK adalah kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat komunal dan memiliki nilai ekonomi dengan tetap menjunjung tinggi nilai moral, sosial, dan budaya bangsa.
Sementara itu Gerda Netty Octavia menyampaikan bahwa Merek menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo,nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk dua dimensi dan/atau tiga dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Kegiatan ini diikuti oleh berbagai kalangan, seperti pengusaha, pelaku usaha, masyarakat umum, serta Dinas terkait. Para peserta sangat antusias mengikuti acara ini, terlihat dari banyaknya pertanyaan dan diskusi yang terjadi dari pelaku usaha seni dan makanan.
Adapun tujuan dilaksanakannya kegiatan ini sebut Sofyan dalah untuk menyebarluaskan informasi kepada stakeholder terkait dan masyarakat (Pelaku Usaha, Kelompok Kesenian dan Kebudayaan/Pegiat Seni) tentang pentingnya pemanfaatan dan inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal sebagai suatu bentuk pelindungan dan kepastian hukum demi melestarikan warisan budaya tradisional di Indonesia, khususnya di Provinsi Kalimantan Utara.
Memberikan pemahaman mengenai arti pentingnya pendaftaran merek bagi para pelaku UMKM di Provinsi Kalimantan Utara, untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum dalam upaya peningkatan kualitas produk yang dihasilkan oleh UMKM guna peningkatan perekonomian di Indonesia khususnya para pelaku usaha.
“Sehingga kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi hak atas kekayaan intelektual dapat semakin meningkat dan kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual dapat ditekan,” terang Sofyan.