SAMARINDA: Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat, Donny Yoesgiantoro, menilai langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggugat balik warga Kutai Timur (Kutim) yang meminta dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebagai tindakan keliru dan berpotensi mencederai hak publik atas informasi.
Menurut Donny, badan publik seharusnya menghormati mekanisme hukum yang berlaku. Bila tidak sepakat dengan putusan Komisi Informasi, jalur yang tersedia adalah menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Mahkamah Agung (MA), bukan menuntut balik pemohon informasi.
Kasus ini bermula dari permohonan Erwin, warga Kutai Timur, yang sejak 2022 meminta salinan dokumen Amdal PT KPC kepada Kementerian ESDM.
Namun, bukannya menerima jawaban, Erwin justru menghadapi gugatan balik. Padahal, sengketa tersebut sedang berproses di Komisi Informasi.
“Kalau masyarakat meminta dokumen publik, itu hak mereka. Kalau informasinya memang dikecualikan, prosesnya lewat ajudikasi di Komisi Informasi, bukan malah dituntut balik,” tegas Donny, saat diwawancarai usai menghadiri Malam Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik Kaltim 2025, di Samarinda, Jumat, 3 Oktober 2025.
Donny memperingatkan, langkah menggugat balik warga yang mengajukan permohonan informasi berisiko menciptakan efek jera.
Situasi ini, menurutnya, dapat menurunkan partisipasi publik dalam mengawasi jalannya kebijakan pemerintah.
“Menuntut warga hanya karena mereka ingin tahu isi dokumen publik, itu langkah mundur. Padahal keterbukaan informasi justru menjadi ukuran kepercayaan antara pemerintah dan rakyat,” ujarnya.
Selain itu, Donny menekankan bahwa keterbukaan informasi bukan hanya mandat undang-undang, tetapi juga fondasi penting dalam membangun kepercayaan publik maupun dunia usaha.
“Kaltim ini provinsi kaya, potensinya besar. Kalau informasinya dikelola terbuka dan profesional, bukan hanya masyarakat yang percaya, tapi juga investor. Itu modal penting untuk pembangunan,” katanya.
