
SAMARINDA: Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) menahan satu tersangka berinisial R dalam kasus tambang ilegal di kawasan Hutan Pendidikan KHDTK Universitas Mulawarman (Unmul), Kecamatan Samarinda Utara.
Penahanan dilakukan pada 4 Juli 2025 setelah tiga bulan proses penyelidikan dan penyidikan.

Penetapan tersangka diumumkan Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirreskrimsus) Polda Kaltim, AKBP Meilki Bharata, usai rapat gabungan Komisi I, III, dan IV DPRD Kaltim di Samarinda, Kamis, 10 Juli 2025.
“Kami sudah mendapatkan tersangka tambang ilegal di KHDTK Unmul dengan inisial R,” tegasnya kembali saat diwawancarai usai rapat.
Ia menjelaskan, R berperan sebagai inisiator dan pemodal kegiatan penambangan ilegal yang menyebabkan kerusakan sekitar 3,2 hektare lahan KHDTK Unmul.
Penyidikan akan terus dikembangkan hingga terungkap seluruh jaringan pelaku.
“Kami tidak berhenti sampai pada inisial R. Proses masih berlanjut. Akan ada pemanggilan saksi lanjutan dan pengumpulan bukti tambahan,” tegasnya.
Dalam rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Darlis Pattalongi, mengemuka pula soal perbedaan pendekatan antara Gakkum KLHK dan Polda Kaltim dalam menangani kasus ini.
Menurut Darlis, sebenarnya tidak ada perbedaan substansial, hanya ruang lingkup dan metode penyidikan yang berbeda.
“Gakkum menyelidiki dari aspek kehutanan dan lingkungan, sementara Polda dari aspek pertambangannya. Ruang lingkup Polda lebih luas dan infrastrukturnya lebih lengkap, sehingga lebih cepat menetapkan tersangka,” terang Darlis.
Ia juga mengungkapkan bahwa Gakkum telah mengidentifikasi lima saksi kunci yang berpotensi menjadi tersangka, sementara Polda baru menetapkan satu tersangka.
“Kami mendorong agar data dan temuan Gakkum menjadi bahan pengembangan penyidikan Polda. Supaya tidak hanya berhenti di satu orang,” tegasnya.
Sementara itu, proses validasi kerusakan lingkungan oleh Fakultas Kehutanan Unmul masih berlangsung.
Hasil evaluasi tersebut nantinya akan menjadi dasar tindakan hukum perdata.
“Fakultas Kehutanan meminta waktu dua minggu untuk menyelesaikan validasi. Setelah itu barulah ranah perdata bisa diproses,” kata Darlis.
Pihak Universitas Mulawarman melalui forum rapat menegaskan agar aktor intelektual di balik perusakan KHDTK ditindak tegas, bukan hanya operator lapangan.
Merespons hal tersebut, Meilki menyatakan bahwa timnya masih dalam proses mendalami kasus secara menyeluruh.
“Kita akan mengejar sampai sejauh-jauhnya sampai dengan kecukupan alat bukti dan sampai nanti bukti persidangan pun akan kita jadikan dasar untuk penyidikan proses berikutnya,” katanya.
Sejumlah alat berat ekskavator yang sebelumnya digunakan di lokasi tambang ilegal juga dilaporkan hilang, belum diketahui keberadaannya hingga kini.
Aktivitas ilegal ini diketahui pertama kali oleh mahasiswa kehutanan yang memantau kawasan KHDTK pada 4-5 April 2025.