
SAMARINDA: Kerusakan lingkungan hidup yang semakin meluas di Kalimantan Timur (Kaltim) mendorong Fraksi PAN-Nasdem DPRD Kaltim untuk mendesak penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dilakukan secara serius dan berbasis data akurat.
Fraksi ini juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat adat dan pengakuan terhadap kearifan lokal dalam proses perumusan kebijakan lingkungan.
Hal ini disampaikan Bendahara Fraksi PAN-Nasdem, Abdul Rahman Agus, dalam penyampaian pandangan umum fraksi pada Rapat Paripurna ke-23 DPRD Kaltim, Senin, 14 Juli 2025.
Fraksi PAN-Nasdem mendesak agar penyusunan Raperda tidak hanya menekankan pendekatan administratif, tetapi mengacu pada data lingkungan yang komprehensif.
Di antaranya adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), data kualitas air, zonasi kawasan rawan bencana dan pencemaran, serta indikator lainnya yang bisa memperkuat arah kebijakan.
“Data harus menjadi dasar utama. Tanpa data, kebijakan akan kehilangan arah dan berpotensi tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Abdul Rahman juga menekankan bahwa partisipasi masyarakat adat-istiadat merupakan faktor penting yang tidak boleh diabaikan.
Kearifan lokal, menurutnya, merupakan pondasi alami dalam menjaga kelestarian lingkungan.
“Kearifan lokal seperti hukum adat, sistem gotong royong, hingga pertanian tradisional harus diakomodasi,” ujarnya lagi.
Kerusakan lingkungan di Kaltim bukan lagi masalah biasa.
Hutan terus dibuka, habitat satwa terancam, ekosistem sungai terganggu, dan pencemaran semakin masif. Semua ini harus menjadi perhatian serius.
Abdul Rahman menilai bahwa pembukaan hutan yang masif untuk keperluan tambang, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur telah menggerus tutupan hutan primer dan sekunder di Kaltim.
Hal itu, menurutnya, tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati tetapi juga menyebabkan konflik dengan masyarakat adat dan warga sekitar kawasan hutan.
“Ratusan lubang tambang dibiarkan terbuka, menjadi lubang maut yang merenggut nyawa warga. Pencemaran sungai juga sudah mengganggu kualitas air yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat,” ungkapnya.
Fraksi PAN-Nasdem mendesak agar penyusunan Raperda tidak hanya menekankan pendekatan administratif, tetapi mengacu pada data lingkungan yang komprehensif.
Di antaranya adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), data kualitas air, zonasi kawasan rawan bencana dan pencemaran, serta indikator lainnya yang bisa memperkuat arah kebijakan.
“Data harus menjadi dasar utama. Tanpa data, kebijakan akan kehilangan arah dan berpotensi tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Abdul Rahman juga menekankan bahwa partisipasi masyarakat adat merupakan faktor penting yang tidak boleh diabaikan.
Kearifan lokal mereka, menurutnya, merupakan pondasi alami dalam menjaga kelestarian lingkungan.
“Kearifan lokal seperti hukum adat, sistem gotong royong, hingga pertanian tradisional harus diakomodasi,” ujarnya lagi.
Fraksi PAN-Nasdem mengusulkan agar Raperda ini menjadikan prinsip kehati-hatian, pencegahan, tanggung jawab negara, keberlanjutan, dan partisipatif sebagai pijakan utama dalam substansi regulasi.
Selain itu, mereka berharap Raperda memuat pengaturan yang lebih rinci terhadap instrumen pengelolaan lingkungan, seperti dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), izin lingkungan, hingga mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi.
“Pengaturan sanksi, baik administratif maupun pidana, sangat penting untuk memastikan kepatuhan dan memberi efek jera kepada pelanggar,” tegas Abdul Rahman.
Ia juga menyuarakan pentingnya transparansi informasi lingkungan yang dapat diakses publik secara langsung.
Pemerintah diminta memanfaatkan teknologi digital untuk memudahkan masyarakat memantau kondisi lingkungan di sekitarnya.
“Publik harus bisa memantau kualitas lingkungan secara langsung melalui website atau kanal resmi pemerintah. Ini bagian dari akuntabilitas,” imbuhnya.
Meskipun menyambut baik inisiatif Raperda ini sebagai langkah komitmen pemerintah daerah dalam melindungi lingkungan, Abdul Rahman mengingatkan bahwa keberhasilan sebuah regulasi tidak cukup diukur dari rumusan pasalnya saja.
“Yang lebih penting adalah pelaksanaan yang konsisten dan berpihak pada kelestarian alam serta keberlanjutan generasi mendatang,” tegasnya.