SAMARINDA: Desa lingkar tambang di Kalimantan Timur bakal menjadi prioritas utama penerima program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sektor pertambangan. Fokusnya diarahkan pada penguatan ketahanan pangan dan energi sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan warga.
Kebijakan ini mengemuka dalam Lokakarya Nasional Asta Cita 6 yang digelar Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Kaltim di Hotel Puri Senyiur Samarinda, Senin, 25 Agustus 2025.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, yang membuka forum tersebut menegaskan bahwa CSR perusahaan harus menyentuh kebutuhan riil masyarakat. Menurutnya, masyarakat desa lingkar tambang menunggu program nyata, bukan sekadar kegiatan seremonial.
“CSR jangan hanya formalitas, masyarakat butuh manfaat langsung,” tegasnya.
Seno juga mengingatkan potensi pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 50 persen pada 2026. Jika itu terjadi, APBD Kaltim akan menyusut signifikan sehingga berdampak pada program prioritas pemerintah provinsi, termasuk Gratispol dan Jospol.
“Kalau DBH terpotong, otomatis program prioritas ikut terganggu. Karena itu, peran CSR perusahaan semakin dibutuhkan,” ujarnya.
Selain pangan dan energi, pembangunan infrastruktur dasar juga menjadi perhatian. Tahun ini Pemprov Kaltim mengalokasikan hampir Rp500 miliar untuk pembangunan jalan Kutai Barat–Mampang sepanjang 120 kilometer. Menurut Seno, dukungan perusahaan tambang sangat diperlukan karena APBD yang terbatas tidak mampu menutupi seluruh kebutuhan pembangunan.
“Tanpa dukungan perusahaan, pekerjaan infrastruktur bisa melambat. Padahal infrastruktur penting untuk membuka akses ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Isu kehutanan turut menjadi sorotan. Dari 188 ribu hektare hutan di Kaltim, sebagian berada di sekitar area tambang. Wagub Seno mengingatkan pentingnya keseimbangan antara pertambangan dan pelestarian hutan.
“Karbon yang tersimpan di hutan bernilai besar di pasar internasional, jangan sampai hilang karena aktivitas tambang,” tegasnya.
Lokakarya ini diikuti perwakilan pemerintah daerah, perusahaan tambang, akademisi, hingga forum masyarakat. Para peserta berharap forum menghasilkan rumusan yang dapat menjadi acuan bersama dalam pelaksanaan CSR.
Harapannya, program CSR tidak sekadar berhenti pada laporan perusahaan, tetapi benar-benar memberi dampak nyata bagi warga desa lingkar tambang.
Ketua Perhapi Kaltim, Ahmad Helmy, menyebut arah CSR ke desa sejalan dengan semangat pemerataan pembangunan. Menurutnya, perusahaan tambang wajib menyalurkan kontribusi agar warga lingkar tambang ikut merasakan hasil pembangunan.
“Pembangunan dari bawah menjadi cara paling efektif untuk meningkatkan kesejahteraan. Perusahaan tambang memiliki tanggung jawab agar desa lingkar tambang merasakan manfaat nyata,” jelasnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Taufik Madjid, yang hadir secara daring, memaparkan 12 rencana aksi Asta Cita sebagai panduan pembangunan desa. Rencana itu mencakup revitalisasi pembangunan, penguatan ketahanan pangan, swasembada energi dan air, hingga hilirisasi hasil produksi.
“Kita ingin desa yang tangguh dan mandiri. Lahan eks tambang bahkan bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata yang memberi peluang ekonomi baru,” kata Taufik.
Ia menekankan desa harus diperkuat agar mampu menghadapi dampak perubahan iklim, memitigasi bencana, dan menjaga lingkungan.