JAKARTA: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Aturan ini mendorong perbankan dan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) menyediakan pembiayaan yang cepat, murah, mudah, dan inklusif bagi pelaku UMKM.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini, dalam Media Briefing POJK 19/2025 di Kantor OJK, Jumat, 19 September 2025, menjelaskan bahwa aturan baru ini juga mewajibkan bank dan LKNB memperbarui metode penilaian pembiayaan secara rutin.
“Setiap bank dan LKNB wajib melakukan pembaruan dan evaluasi metode penilaian setidaknya sekali dalam tiga bulan,” tegas Indah.
Evaluasi tersebut penting untuk memastikan kewajaran biaya dan suku bunga yang dibebankan kepada UMKM.
Bank dan LKNB diwajibkan memiliki kebijakan serta prosedur untuk menilai kewajaran biaya, menghitung sumber dana, serta menganalisis dampak setiap perubahan.
Biaya yang masuk dalam evaluasi mencakup suku bunga atau margin bagi hasil, biaya administrasi, provisi, asuransi, penjaminan, biaya perikatan, notaris, dan biaya lain yang dibebankan kepada nasabah.
Selain itu, POJK ini juga mengatur mekanisme penghapusan buku dan penghapusan tagih atas piutang macet guna mendukung kelancaran pembiayaan UMKM.
Bank dan LKNB diberikan kewenangan melakukan hapus buku maupun hapus tagih, dengan tetap menjaga tata kelola dan transparansi.
“Bank dan LKNB yang melakukan hapus buku dan/atau hapus tagih wajib mengadministrasikan data serta informasi mengenai pembiayaan UMKM yang telah dihapus,” jelas Indah.
Pelaksanaan hapus buku maupun hapus tagih harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) serta peraturan pelaksananya, juga aturan OJK terkait penilaian kualitas aset masing-masing lembaga.
Indah menegaskan, aturan baru ini diharapkan dapat mempermudah akses pembiayaan bagi UMKM dengan pendekatan yang lebih inovatif dan sesuai kebutuhan tiap segmen usaha.
“Mulai dari usaha mikro dan ultra mikro yang membutuhkan akses cepat dan sederhana, hingga usaha kecil dan menengah yang memerlukan layanan lebih kompleks dan beragam,” pungkasnya.