SAMARINDA: Setiap 24 September, Indonesia memperingati Hari Tani Nasional. Momentum ini menurut Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Guntur, harus dijadikan pengingat pentingnya peran petani dan urgensi regulasi yang mendukung kesejahteraan mereka.
“Tanpa petani, kita mati. Sebanyak apapun harta dan uang, kalau petani tidak produksi, mau apa? Hari Tani ini harus jadi ajang menggalakkan swasembada pangan dan memastikan petani kita sejahtera,” tegas Guntur, Rabu, 24 September 2025.
Guntur menyoroti regulasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 untuk pupuk bersubsidi (hanya urea dan NPK), Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65 Tahun 2006 yang mengatur bantuan alat mesin pertanian (alsintan), tidak sejalan dengan kebutuhan riil di lapangan. Padahal, menurutnya, pupuk dan alsintan merupakan kebutuhan pokok bagi petani dalam mengolah lahan.
“Sekarang ini petani kita 70 persen sudah tua. Bagaimana menggerakkan petani milenial kalau tidak difasilitasi alsintan? Zaman sudah canggih, membajak sawah bisa dengan traktor, pemupukan pakai drone. Kalau cara modern ini dihentikan regulasi, bagaimana petani bisa bekerja?” ujarnya.
Ia menambahkan, kondisi tanah di Kaltim berbeda dengan Jawa. Tingginya kadar asam dan besi membuat lahan hanya bisa diolah maksimal tiga kali, kemudian harus ditambahkan kapur untuk menetralkan. Sementara di Jawa, tanah yang kaya kapur bisa ditanam berulang kali tanpa masalah.
“Kalau regulasi dipukul rata, jelas tidak tepat. Daerah yang paling tahu karakter lahannya. Jangan disamakan antara Jawa dengan Kaltim,” tegasnya.
Guntur berharap pemerintah pusat memberi kewenangan lebih besar kepada daerah untuk menentukan kebijakan pertanian sesuai kondisi lokal. Menurutnya, ketersediaan pupuk dan alat harus dipermudah agar petani betah mengelola sawah.
“Kalau petani senang, pupuknya mudah, alatnya mudah, saya yakin swasembada pangan bisa tercapai,” ucapnya.
Ia mengingatkan agar Kaltim tidak terus bergantung pada pasokan beras dari Sulawesi atau Jawa karena Kaltim punya lahan luas, harusnya bisa jadi pemasok bagi daerah lain.
Selain kesejahteraan petani yang sudah ada, Guntur menilai penting mendorong keterlibatan generasi muda. Petani milenial, kata dia, bisa menjadi motor penggerak pertanian modern asalkan pemerintah serius menyiapkan infrastruktur, status lahan, dan insentif yang jelas.
“Anak muda mau jadi petani kalau fasilitas lengkap. Kalau lahan statusnya jelas, pupuk tersedia, alat modern bisa dipakai, pasti mereka senang. Kalau tidak, siapa yang mau turun ke sawah?” tambahnya.
Guntur menegaskan bahwa kunci keberhasilan swasembada pangan di Kaltim ada pada revisi regulasi pusat yang dianggap terlalu seragam. Ia menekankan perlunya kebijakan yang berbasis daerah agar petani tidak terbebani biaya produksi yang mahal.
“Pupuk sekarang mahal, biaya produksi tinggi, kasihan petani. Kalau tidak ada pupuk, produksi tidak jadi apa-apa. Pemerintah pusat harus memahami kebutuhan tiap daerah berbeda. Prinsipnya, di mana langit dijunjung, di situ bumi dipijak,” pungkasnya.