JAKARTA: Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono menegaskan pentingnya koperasi sebagai pilar utama ekonomi kerakyatan sekaligus penguatan dalam implementasi Asta Cita.
Hal itu disampaikannya dalam Seminar Nasional Ekonomi Kerakyatan sebagai Implementasi Asta Cita dan Nilai Filosofis Pancasila di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Jumat, 26 September 2025.
Dalam paparannya, Ferry mengingatkan bahwa sejak tahun 1960, Naskah Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana telah menempatkan koperasi dan desa sebagai tiang utama pembangunan ekonomi Indonesia.
Namun, hingga kini masyarakat desa masih sering menjadi objek, bukan subjek dalam kegiatan ekonomi.
“Semua dari kita adalah rakyat. Tetapi rakyat yang lemah dan dhuafa perlu dibantu. Mereka bisa membentuk koperasi kecil yang jika disatukan menjadi satu kekuatan besar. Itulah hakikat ekonomi kerakyatan,” tegasnya.
Ferry menjelaskan, pemerintah tidak menolak kehadiran modal asing maupun kapital besar, asalkan tidak merugikan rakyat kecil.
Presiden Prabowo Subianto, kata dia, membuka ruang investasi, namun menolak jika modal besar mengatur negara dan menindas kelompok lemah.
“Karena itu, koperasi harus menjadi badan usaha kerakyatan. Bersama BUMN, swasta, dan korporasi, koperasi bisa tumbuh sama-sama besar,” ujarnya.
Dalam rangka membangkitkan koperasi, Presiden Prabowo juga mengamanatkan pembaruan regulasi.
Pemerintah bersama DPR tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Sistem Perkoperasian Nasional untuk menggantikan UU Koperasi 1992 yang dinilai sudah tidak relevan.
“Hal ini selaras dengan program Presiden Prabowo, yaitu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang menjadikan desa sebagai pusat perputaran ekonomi nasional,” ucap Ferry.
Menurutnya, program ini akan menjadi proyek strategis nasional yang terintegrasi dengan berbagai sektor.
“Ini sejalan dengan cita-cita pembangunan berkelanjutan dari desa, demi pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan,” imbuhnya.
Ferry mengakui masih banyak kendala yang dihadapi koperasi, di antaranya 22 regulasi yang membatasi ruang geraknya, termasuk larangan mendirikan bank, rumah sakit, dan penyelenggaraan haji/umrah.
“Padahal, koperasi pernah memiliki Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin) yang kini mayoritas sahamnya dikuasai investor asing,” jelasnya.
Selain itu, industri tekstil dan pertanian yang dikelola koperasi juga tertekan akibat serbuan produk impor. “Pemerintah berkomitmen mencabut regulasi yang menghambat dan melindungi industri dalam negeri agar koperasi dapat bangkit kembali,” kata Ferry.
Untuk memperkuat pembangunan desa, pemerintah juga menggandeng akademisi dan tokoh masyarakat dalam mengembangkan sistem data desa presisi.
“Sistem ini akan memperbaiki akurasi data terkait kebutuhan dan potensi desa, sehingga kebijakan dan bantuan sosial tepat sasaran,” ungkap Ferry.
Ia mencontohkan keberhasilan China yang mampu mengurangi kemiskinan secara signifikan berkat pengelolaan data desa yang akurat.
“Jika data salah, keputusan juga bisa salah. Karena itu, kami berharap UPI memberi rekomendasi kepada Presiden soal pentingnya data desa presisi,” tandasnya.
Ferry menutup dengan harapan, dukungan penuh civitas akademika UPI dapat memperkuat upaya pemerintah mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa dan visi Presiden Prabowo menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional.