SAMARINDA: Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Sekolah Rakyat Terintegrasi 58 tidak hanya berhenti pada kegiatan pengenalan dua minggu, melainkan akan dilanjutkan dengan program matrikulasi selama tiga bulan.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kaltim, Andi Muhammad Ishak, yang menegaskan bahwa seluruh rangkaian dirancang agar siswa benar-benar siap secara mental, fisik, dan motivasi sebelum memasuki proses pembelajaran normal.
“Setelah MPLS dua minggu, siswa akan masuk ke masa matrikulasi. Di tahap ini mereka tidak langsung belajar penuh, tapi dikondisikan sesuai jenjangnya. Tujuannya agar kesenjangan antar siswa bisa diperkecil,” ujar Ishak saat diwawancarai usai pembukaan MPLS, di SMA 16 Samarinda, Selasa, 30 September 2025.
Menurutnya, matrikulasi menjadi penting karena latar belakang siswa sangat beragam.
Khusus untuk tingkat SD, siswa yang direkrut bukan hanya dari kelas satu, melainkan ada yang berasal dari kelas dua hingga kelas enam, termasuk anak-anak putus sekolah.
Dengan matrikulasi, siswa diharapkan dapat menyesuaikan diri secara bertahap, mengembalikan rasa percaya diri, dan menumbuhkan kembali semangat belajar.
“Banyak dari mereka yang sebelumnya tidak sekolah atau lama berhenti. Maka butuh waktu untuk membangun kembali mood belajar dan kesiapan mereka. Tiga bulan matrikulasi diharapkan cukup untuk mempersiapkan itu semua,” tambahnya.
Selain fokus pada adaptasi akademik, Dinsos juga memastikan seleksi penerimaan siswa Sekolah Rakyat benar-benar berpihak pada keluarga miskin dan kurang mampu.
Andi menegaskan bahwa Sekolah Rakyat diprioritaskan untuk anak-anak dari keluarga miskin dan kurang mampu. Mereka yang masuk ke kategori Desil 1 dan Desil 2 dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi sasaran utama.
Namun, dalam kondisi tertentu, peserta dari Desil 3 hingga Desil 5 juga bisa dipertimbangkan setelah dilakukan verifikasi bersama Badan Pusat Statistik (BPS).
“Jangan sampai ada anak dari keluarga mampu ingin masuk ke Sekolah Rakyat. Program ini memang kita buka khusus untuk anak-anak dari keluarga miskin agar mereka juga mendapatkan akses pendidikan yang layak,” tegasnya.
Karena itu, verifikasi dilakukan bersama pendamping PKH, TKSK, hingga Duktagana, dengan BPS sebagai pihak yang berwenang menginput data ke dalam Data Terpadu Sosial dan Ekonomi Nasional.
Hingga tahun ajaran baru 2025, jumlah siswa Sekolah Rakyat Terintegrasi mencapai 46 orang, terdiri atas 25 siswa SMA satu kelas penuh dan 21 siswa SD yang masih kurang dari kuota ideal satu kelas.
Pemerintah Provinsi bersama para pendamping sosial terus berupaya melakukan sosialisasi dan penjaringan lebih intensif untuk menambah jumlah siswa dari keluarga kurang mampu di seluruh Kaltim.
“Jika di lapangan ditemukan anak dari keluarga kurang mampu tetapi belum masuk Desil 1 atau 2, kami akan melakukan verifikasi bersama BPS. Nanti BPS yang menginput data mereka ke DTKS,” terang Ishak.
Ia menekankan bahwa Sekolah Rakyat tidak kalah dari sekolah unggulan lain karena memadukan pendidikan formal dengan pendidikan karakter, kewirausahaan, dan kepemimpinan.
Hal ini diharapkan mampu mencetak generasi muda dari keluarga kurang mampu agar memiliki daya saing setara dengan siswa dari sekolah umum.
“Sekolah Rakyat ini harus menjadi peluang bagi anak-anak dari keluarga miskin agar mereka punya kesempatan sama untuk mengenyam pendidikan berkualitas,” tutupnya.

 
		 
