SAMARINDA: Muhammad Akbar Yusuf, atlet karate muda asal Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), berhasil mengharumkan nama daerah dengan meraih medali perak pada ajang bergengsi Piala Panglima 2025 yang berlangsung di BSCC Dome Balikpapan, 22–24 September 2025.
Akbar harus puas berada di posisi kedua setelah dikalahkan Lorenso Daseto Rodriquez, atlet asal Nusa Tenggara Timur (NTT), di partai final.
Meski begitu, perjalanannya menuju podium tetap patut diapresiasi. Salah satu momen terbaiknya adalah ketika menundukkan Trio Anygrah dari perguruan LEMKARI Garuda TNI dengan skor meyakinkan 2-0.
“Saya bersyukur atas capaian terbaru saya di ajang nasional ini,” ucap Akbar, Rabu, 24 September 2025.
Piala Panglima bukanlah panggung pertama bagi Akbar. Dalam dua tahun terakhir, ia konsisten mendulang medali di berbagai kejuaraan, baik provinsi maupun nasional. Prestasinya antara lain juara 1 Walikota Cup, juara 2 Kejurnas Inkanas, juara 1 Piala Pangdam, dan juara 3 Kejuprov Piala Gubernur kategori senior putra.
Kecintaannya pada karate dimulai sejak duduk di bangku kelas 3 SD. Awalnya hanya ikut-ikutan teman, namun dukungan sang ayah yang merupakan mantan karateka bersabuk hitam membuatnya tetap bertahan.
“Dulu sempat ingin berhenti saat kelas 6 SD, tapi bapak menahan saya. Katanya saya harus lanjut, dan itu yang bikin saya tetap bertahan,” kenangnya.
Di balik prestasinya, Akbar kini juga menjalani profesi sebagai barista di Harmo Coffee, sebuah kafe di Samarinda. Pekerjaan itu mulai digelutinya sejak 1 Agustus 2025, tak lama setelah lulus dari SMA Negeri 5 Samarinda.
Ia mengaku sempat kesulitan mencari pekerjaan yang tidak bertabrakan dengan jadwal latihannya. Namun, profesi barista dianggapnya sebagai pilihan yang seimbang.
“Kerja jadi barista tantangannya membagi waktu dengan latihan. Tapi saya harus bisa, supaya tetap berprestasi dan bisa membawa nama Indonesia ke level internasional,” jelasnya.
Di luar dunia kerja dan karate, Akbar menyimpan cita-cita besar. Sejak usia 9 tahun, ia bermimpi menjadi anggota Polri atau TNI sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat sekaligus kebanggaan bagi kedua orang tuanya.
“Sejak kecil saya ingin jadi polisi atau tentara. Motivasinya sederhana, ingin melayani masyarakat, menjaga keamanan, dan yang terpenting membuat orang tua bangga,” ujarnya.
Baginya, karate bukan sekadar olahraga, melainkan wadah pembentukan mental dan disiplin. Dua hal yang ia yakini akan menjadi bekal penting dalam mewujudkan cita-cita.
“Saya percaya tidak ada kesuksesan tanpa usaha maksimal dan doa. Selama ada kesempatan, saya ingin terus berprestasi sekaligus mewujudkan cita-cita,” pungkasnya.