SAMARINDA: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terus mengintensifkan langkah konkret dalam upaya percepatan penurunan angka stunting.
Data terbaru menunjukkan prevalensi stunting di Kaltim mengalami penurunan dari 22,09 persen menjadi 22,02 persen.
Meski mencerminkan progres, angka tersebut masih jauh dari standar ideal WHO sebesar 14 persen.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk secara serius menurunkan angka stunting dalam lima tahun ke depan.
Salah satu strategi prioritas saat ini adalah pemberian makanan tambahan bergizi dan suplemen vitamin, khususnya bagi anak-anak di bawah usia dua tahun.
“Saya yakin tahun depan akan ada penurunan yang lebih signifikan,” kata Seno Aji saat menghadiri Musyawarah Daerah IV Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) di Kantor Perwakilan BKKBN Kaltim, Samarinda, Jumat, 16 Mei 2025.
Ia menekankan bahwa penanganan stunting harus melibatkan kerja sama lintas sektor.
Tidak hanya Dinas Kesehatan dan BKKBN, tetapi juga DP3A serta instansi lain yang menangani pelayanan dasar masyarakat.
“Intervensi stunting tidak bisa dilakukan sendiri. Harus melibatkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga non-pemerintah,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Kaltim, dr Nurizky, mengungkapkan bahwa tantangan utama di lapangan adalah kondisi geografis Kaltim yang luas dan kompleks, terutama wilayah pedalaman dan desa tertinggal yang minim akses terhadap layanan dasar kesehatan.
Menurutnya, intervensi sensitif seperti penyediaan air bersih, sanitasi, serta edukasi pola asuh anak justru memiliki kontribusi lebih besar terhadap penurunan stunting dibandingkan intervensi spesifik seperti suplemen gizi.
“Intervensi sensitif berkontribusi hingga 70 persen terhadap penurunan stunting. Sedangkan intervensi spesifik hanya sekitar 30 persen,” jelas Nurizky.
Ia mengidentifikasi empat faktor utama penyebab stunting: pola pengasuhan yang tidak tepat, keterbatasan layanan kesehatan, kekurangan gizi, serta sanitasi dan air bersih yang tidak memadai.
Karena itu, intervensi harus dirancang menyentuh akar persoalan dan berbasis data yang akurat.
“Kalau anak-anak tidak mendapat pendampingan di 1.000 hari pertama kehidupan, dampaknya akan permanen,” tegasnya.
Guna mendukung intervensi tepat sasaran, BKKBN telah memperkuat sistem Pendataan Keluarga berbasis by name by address yang diperbarui setiap tahun.
Saat ini, lebih dari 5.100 tim pendamping keluarga terdiri dari bidan, kader PKK, dan tokoh masyarakat telah disebar ke seluruh wilayah Kaltim.
“Meski belum maksimal di seluruh wilayah karena kendala infrastruktur, kami terus berupaya memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas pendampingan,” ujar Nurizky.
Ia menegaskan bahwa komitmen lintas sektor dan dukungan anggaran yang memadai menjadi kunci keberhasilan dalam menurunkan angka stunting.
“Menurunkan stunting bukan sekadar program, tapi investasi jangka panjang untuk masa depan daerah,” pungkasnya. (Adv/Diskominfokaltim)
Editor : Emmi