JAKARTA: Air hujan yang selama ini dianggap bersih ternyata tidak sepenuhnya murni.
Penelitian terbaru Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa air hujan di wilayah pesisir Jakarta mengandung rata-rata 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari.
Fenomena ini dikenal sebagai “hujan mikroplastik”, di mana partikel plastik berukuran kecil kurang dari 5 milimeter terbawa udara lalu jatuh bersama tetesan hujan.
Dalam studi yang dilakukan sejak 2022 hingga pertengahan 2025, BRIN menemukan adanya serat poliester, nilon, fragmen polietilena, dan polipropilena di setiap sampel hujan yang dikumpulkan dari berbagai titik di Jakarta Utara dan sekitarnya.
Menurut peneliti BRIN, Dr. Wahyu Nugroho, partikel-partikel ini berasal dari limbah plastik rumah tangga, debu ban kendaraan, serta serat pakaian sintetis yang terbawa ke udara.
“Mikroplastik sangat ringan sehingga mudah terangkat ke atmosfer. Saat hujan turun, partikel ini ikut terbawa dan mengendap di tanah atau badan air,” jelasnya di Jakarta, Kamis, 30 Oktober 2025.
Penelitian dilakukan oleh tim BRIN bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Ecoton Indonesia.
Dari hasil identifikasi, ditemukan bahwa lebih dari 50 persen mikroplastik berbentuk fragmen dan sisanya berupa serat dan film tipis, hasil degradasi plastik dari kegiatan manusia di kota besar.
Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Jakarta Utara dan beberapa titik di pusat kota mulai tahun 2022 hingga pertengahan 2025.
Fenomena hujan mikroplastik juga dilaporkan terjadi di beberapa kota besar dunia, termasuk Tokyo, London dan Paris menandakan bahwa persoalan ini kini bersifat global.
Menurut Prof. Etty Riani dari IPB University, mikroplastik terbawa ke atmosfer karena ukurannya sangat kecil dan ringan, terutama dari proses gesekan ban kendaraan, degradasi limbah plastik, serta aktivitas industri dan rumah tangga.
“Hujan memang berfungsi sebagai pembersih udara. Tapi kini, yang ikut dibersihkan bukan hanya debu, melainkan juga mikroplastik,” ujarnya.
Selain itu, faktor angin juga berperan penting. BMKG menjelaskan bahwa mikroplastik yang jatuh di Jakarta tidak selalu berasal dari kota ini saja, melainkan bisa terbawa angin dari daerah industri di sekitarnya.
Dampak hujan mikroplastik cukup luas. Dari sisi lingkungan, partikel plastik yang turun bersama hujan dapat mencemari tanah dan air permukaan.
Sementara dari sisi kesehatan, mikroplastik berpotensi masuk ke tubuh manusia melalui udara, makanan, atau air minum.
Menurut laporan BRIN, setiap orang di Jakarta berisiko menghirup ribuan partikel mikroplastik setiap tahun.
Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan efek jangka panjang terhadap kesehatan.
“Polusi plastik kini bukan hanya di laut dan sungai, tapi sudah sampai ke udara yang kita hirup,” kata Dr. Wahyu Nugroho menegaskan.
BRIN bersama pemerintah daerah berencana memperluas penelitian hingga ke kota-kota satelit seperti Bekasi dan Tangerang.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menghindari pembakaran sampah plastik terbuka, menggunakan bahan ramah lingkungan dan mendorong kebijakan pengelolaan limbah yang lebih ketat.
“Fenomena hujan mikroplastik adalah alarm serius. Ini bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga kesehatan publik,” tambah Prof. Etty Riani.
Fenomena hujan mikroplastik menjadi tanda nyata bahwa polusi plastik kini telah menembus batas-batas bumi, laut, hingga udara.
Peneliti BRIN menegaskan bahwa tindakan cepat, edukasi publik, dan kebijakan pengelolaan limbah yang kuat dibutuhkan agar hujan di masa depan tidak lagi menjadi pembawa partikel berbahaya bagi kehidupan.

 
		 
