SAMARINDA: Maraknya hoaks yang kini berkembang menjadi industri informasi palsu mendorong Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kalimantan Timur menggaungkan literasi digital di kalangan generasi muda.

Melalui Sosialisasi Anti Hoaks dan Literasi Digital di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda, Kepala Diskominfo Kaltim Muhammad Faisal mengajak mahasiswa untuk kritis, cerdas, dan beretika dalam bermedia.
Dalam paparannya, Faisal menegaskan bahwa pemerintah bukanlah pihak yang anti kritik. Sebaliknya, pemerintah justru membuka ruang keterbukaan informasi dan siap menjadi mitra strategis publik.
“Pemerintah siap hadir dan dikritisi, tidak boleh tipis kuping apalagi mencekal informasi. Mau tanya soal APBD, Gratispol, apa saja kami terbuka. Tidak ada yang harus disembunyikan,” tegasnya di hadapan ratusan mahasiswa, Kamis, 9 Oktober 2025.
Faisal menilai masih banyak masyarakat yang menganggap hoaks sama dengan berita keliru. Padahal, menurutnya, hoaks adalah informasi palsu yang sengaja diproduksi untuk memanipulasi opini publik.
“Hoaks itu berita palsu yang sengaja disebarkan. Sekarang sudah jadi industri. Ada hoaks untuk menaikkan atau menjatuhkan seseorang, bahkan ada yang siap membayar untuk itu,” jelasnya.
Ia mengingatkan, kondisi demokrasi saat ini berada di “ambang batas” karena sebagian masyarakat begitu mudah menyebarkan kabar bohong tanpa verifikasi.
Sebagai provinsi penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), Kaltim menurut Faisal harus menyiapkan bukan hanya infrastruktur digital, melainkan juga kecakapan warganya.
“Kita ini sedang percepatan transformasi digital. IKN tidak mungkin digitalnya tidak bagus, maka Kaltim juga harus siap. Tapi internet cepat tidak akan berarti kalau masyarakatnya hanya pakai hal sia-sia seperti game online atau judi,” ungkapnya.
Ia menekankan keberhasilan transformasi digital harus dibarengi dengan empat pilar literasi digital: kecakapan (skill), keamanan (security), budaya (culture), dan etika (ethic). “Digitalisasi itu seperti silet: satu sisi bermanfaat, sisi lain berbahaya. Karena itu, etika digital menjadi sangat penting,” tambah Faisal.
Faisal mengajak mahasiswa dan masyarakat untuk menerapkan prinsip “saring sebelum sharing” dalam menyikapi setiap informasi. Ia menyoroti WhatsApp sebagai medium paling masif penyebaran hoaks di Indonesia.
“Gunakan kanal resmi, tingkatkan kemampuan berpikir kritis, dan edukasi lingkungan kita. Mulailah dari yang kecil, dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang,” pesannya.
Wakil Rektor I UINSI Samarinda, Muhammad Nasir, menambahkan bahwa sikap kritis terhadap informasi sejatinya telah diajarkan dalam Islam. Ia mengutip Surat An-Nur ayat 16 yang memperingatkan agar tidak menyebarkan kabar buruk tanpa kepastian kebenaran.
“Visi kami adalah menjadi social development university, di mana mahasiswa dan dosen tidak hanya cerdas di kelas, tapi juga berperan aktif mencerdaskan masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, kerja sama dengan Diskominfo Kaltim harus terus diperkuat untuk membangun budaya literasi digital di kampus.
Kegiatan sosialisasi ini menjadi bagian dari upaya Pemprov Kaltim memperkuat daya tahan masyarakat terhadap hoaks di era post-truth. Sekaligus, menyiapkan sumber daya manusia digital yang cakap, aman, dan beretika untuk mendukung transformasi menuju Kalimantan Timur sebagai pusat peradaban baru di era IKN.