
SAMARINDA: Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Guntur, mendesak pemerintah pusat untuk memberikan otonomi lebih luas kepada pemerintah daerah dalam mengatur distribusi pupuk dan alat mesin pertanian (alsintan).
Menurut Guntur, desentralisasi kebijakan distribusi pupuk dan alsintan menjadi kunci utama mewujudkan swasembada pangan nasional.
“Saya yakin dan percaya, kalau kita diberi kewenangan, kita bisa swasembada pangan,” tegasnya saat diwawancarai pada Rabu, 9 Juli 2025.
Guntur mengkritik lemahnya peran pengawasan DPRD terhadap distribusi pupuk bersubsidi yang sepenuhnya dikendalikan pemerintah pusat.
Hal ini menyebabkan DPRD dan pemda tidak memiliki ruang teknis untuk menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan petani lokal.
“Sekarang kita mau awasi apa? Kalau pusat sudah tentukan merek pupuknya, seperti urea, tapi ternyata kelompok tani di desa itu nggak pakai urea, ya mubazir. Mau diapakan? Nggak bisa dibuang juga,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika kebijakan ini berada di tangan pemerintah daerah, maka DPRD dapat langsung memberi teguran atau arahan jika bantuan tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan.
“Kita bisa kasih tahu langsung, misalnya ini bukan urea yang dibutuhkan, tapi kapur atau NSP. Tapi kalau dari pusat, kita bisa apa? Tidak ada ruang intervensi,” lanjutnya.
Selain pupuk, Guntur juga menyoroti persoalan alat mesin pertanian, terutama eksavator mini (examini) yang sangat dibutuhkan petani untuk membuka lahan di daerah.
Namun, peraturan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melarang pembakaran lahan tanpa memberikan alternatif realistis.
“Kalau tidak boleh membakar, terus solusinya apa? Examini pun tidak boleh dipakai tanpa kelompok. Sementara petani kita kan banyak yang individu. Biaya sewanya pun mahal,” jelasnya.
Guntur menegaskan, DPRD Kaltim melalui Komisi II akan kembali menyuarakan aspirasi daerah ke kementerian terkait, agar perumusan kebijakan nasional mempertimbangkan kondisi dan karakteristik wilayah secara spesifik.
“Pusat harus sadar, jangan samakan kondisi tanah Jawa dengan Kaltim. Di sana zat kapurnya tinggi, kita di sini tinggi zat asam dan zat besi. Jadi jangan dipukul rata pupuk dan kebutuhannya,” tegasnya.
Menurutnya, kebijakan pertanian nasional yang terlalu tersentral hanya akan memperlambat laju pertanian daerah dan menghambat regenerasi petani, apalagi dalam menyambut Ibu Kota Negara (IKN) yang menuntut kesiapan sektor pangan dari daerah sekitar.