SAMARINDA: Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) memutuskan untuk tidak lagi membuka forum mediasi dengan manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) terkait tuntutan 57 eks karyawannya.
Keputusan itu diambil setelah pihak manajemen dinilai tidak pernah menunjukkan itikad baik menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) yang telah digelar berulang kali.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menegaskan bahwa absennya manajemen RSHD merupakan bentuk pelecehan terhadap lembaga legislatif. Ia menekankan, forum mediasi tidak akan digelar kembali.
“Kami simpulkan tidak akan membuka forum seperti ini lagi. Pihak RSHD sudah melecehkan DPRD karena beberapa kali dipanggil tidak pernah hadir,” ucap Darlis saat diwawancarai usai RDP di Gedung E DPRD Kaltim, Rabu, 24 September 2025.
DPRD memilih menunggu tenggat waktu Nota II yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim. Nota tersebut berlaku tujuh hari sejak 24 September 2025 dan akan berakhir pada 2 Oktober mendatang.
“Jadi tunggu saja sampai 2 Oktober, setelah itu kasus masuk jalur hukum dan akan kami kawal bersama Disnakertrans,” ujar Darlis.
Menurut Darlis, sikap tegas ini bukan berarti DPRD lepas tangan. Justru, jalur hukum dipilih agar penyelesaian benar-benar memiliki kekuatan mengikat dan memastikan karyawan memperoleh haknya.
“Kita prihatin karena teman-teman karyawan sudah jadi korban. Tapi sebagai negara hukum, jalur hukum harus ditempuh. Komisi IV akan mengawal agar proses di Disnakertrans berjalan hingga ada putusan yang inkrah,” tegasnya.
Kuasa hukum 57 eks karyawan RSHD, Rahmat Fauzi, juga menyayangkan sikap manajemen yang empat kali absen dari undangan DPRD. Ia menyebut manajemen bahkan tidak pernah hadir dalam proses mediasi yang difasilitasi Disnaker Kota Samarinda.
“Empat kali dipanggil tidak hadir. Di mediasi Disnaker Kota pun tidak pernah datang. Itu bukti tidak ada itikad baik untuk bertemu eks karyawan,” kata Rahmat.
Menurutnya, pihak karyawan telah bersabar sejak kasus ini bergulir pada Januari lalu. Dengan adanya Nota II, masih ada kesempatan tujuh hari hingga 2 Oktober untuk mencari solusi secara kekeluargaan. Namun, jika tetap tidak ada penyelesaian, jalur hukum menjadi pilihan terakhir.
“Kalau tidak ada jalan keluar, terpaksa lanjut ke jalur hukum. Dari kami jalur perdata, sementara pidana menjadi kewenangan Disnakertrans melalui PPNS yang bisa diteruskan ke kepolisian maupun kejaksaan,” jelasnya.
Rahmat mengungkapkan, kewajiban yang harus dipenuhi manajemen RSHD terhadap karyawan dan eks karyawan mencapai sekitar Rp1,34 miliar.
Jumlah itu baru mencakup tunggakan upah, belum termasuk denda, kekurangan UMK, dan iuran BPJS yang belum dibayarkan.
“Kalau ditotal dengan BPJS dan UMK yang tidak sesuai, tentu lebih besar lagi. Itu hak normatif yang harus dipenuhi sesuai hasil pengawasan Disnaker,” tambahnya.
Meski demikian, Rahmat menegaskan pihaknya tetap berharap persoalan ini bisa selesai secara damai.
“Bagaimanapun, klien kami masih punya hubungan emosional dengan rumah sakit. Mereka sudah berkontribusi membangun citra RSHD,” katanya.
Ia berharap pihak manajemen RSHD mau bertemu dengan eks karyawannya dan menyelesaikan secara kekeluargaan.