SAMARINDA: Ibu Kota Nusantara (IKN) diproyeksikan sebagai laboratorium smart governance Indonesia, namun keberhasilannya dinilai masih bergantung pada kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan tata ruang, bukan sekadar infrastruktur digital.

Plt. Kepala Bidang TIK dan Persandian Diskominfo Kaltim, Bambang Kukilo Argo Suryo, mengungkapkan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam Public Insight bertema “Mewujudkan Smart Governance melalui IKN sebagai Prototipe Tata Kelola Nasional” di Universitas Mulawarman, Minggu, 21 September 2025.
Menurutnya, smart governance bukan hanya menghadirkan aplikasi atau jaringan internet, melainkan juga mengubah pola kerja birokrasi agar lebih transparan, partisipatif, dan akuntabel.
“Teknologi hanyalah alat. Esensinya ada pada tata kelola dan budaya birokrasi. Tanpa SDM yang mampu mengoperasikan dan memahami sistem, digitalisasi hanya jadi proyek infrastruktur semata,” tegas Bambang.
Bambang menjelaskan ada lima elemen inti smart governance yang wajib berjalan konsisten.
Pertama, partisipasi, yaitu melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Kedua, akuntabilitas, yang menuntut transparansi pejabat publik.
Ketiga, kolaborasi, berupa kemitraan lintas lembaga dan sektor swasta.
Keempat, interoperabilitas, yakni integrasi data antarinstansi.
Kelima, efisiensi layanan publik, dengan pemanfaatan teknologi untuk mempermudah akses masyarakat.
“Kalau lima elemen ini tidak jalan, label smart governance hanya berhenti di slogan,” ujarnya.
Bambang menekankan, kendala terbesar ada pada kesiapan aparatur.
Banyak birokrasi di daerah masih gagap teknologi, padahal keberhasilan pemerintahan digital sangat bergantung pada kecepatan adaptasi SDM.
“Perangkat keras bisa dibeli, jaringan bisa dipasang. Tapi kalau operatornya tidak paham cara kerja sistem, pelayanan tetap lambat,” katanya.
Ia juga menilai pentingnya literasi digital masyarakat, agar warga dapat memanfaatkan layanan daring secara tepat, mulai dari pembayaran pajak hingga akses kesehatan.
Selain SDM, tata ruang kota menjadi faktor kunci.
Bambang mencontohkan masalah banjir di Samarinda yang berpotensi terulang jika pola pembangunan lama dibawa ke IKN.
“Kalau tata ruang tidak disiplin, membangun IKN sama saja mengulang persoalan kota-kota besar lain,” ucapnya.
Karena itu, perencanaan ruang kota yang tegas, transportasi massal terintegrasi, serta sistem logistik efisien sangat diperlukan untuk mendukung pola hidup masyarakat.
Ia mencontohkan keberhasilan Singapura yang disiplin menanamkan transportasi publik terintegrasi, sehingga masyarakat ikut menyesuaikan pola hidup.
Bambang menegaskan, IKN harus menjadi contoh nyata tata kelola baru berbasis digital di Indonesia.
“Smart governance harus hadir sebagai model nyata tata kelola baru yang efisien, transparan, dan melibatkan masyarakat. Tantangannya besar, tapi peluangnya lebih besar kalau kita berani berubah,” pungkasnya.