SAMARINDA: Maraknya penggunaan media sosial dinilai membuka peluang besar untuk mendorong keterlibatan politik generasi muda.
Influencer, sebagai figur yang dekat dengan audiens digital, disebut mampu menjadi motor penggerak kesadaran politik masyarakat.
Pandangan ini mengemuka dalam Sosialisasi Pendidikan Politik bertema “Peran Serta Influencer Mendorong Peningkatan Partisipasi Politik di Media Sosial” yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Samarinda di Arutalla Ballroom Bapperida, Selasa, 23 September 2025.
Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Mulawarman, Jamal Amin, memaparkan bahwa fenomena influencer sebenarnya telah berkembang sejak awal 2000-an melalui blog pribadi.
Tren tersebut kemudian berlanjut dengan kemunculan Instagram dan YouTube sekitar 2014, hingga saat ini semakin masif lewat TikTok.
Menurutnya, media sosial memberi ruang luas bagi siapa saja untuk menciptakan konten, membangun persona, bahkan menjadikannya sumber penghasilan.
“Indonesia memiliki 143 juta pengguna media sosial, lebih dari separuh populasi. Rata-rata mereka menghabiskan hampir sembilan jam per pekan. Angka ini menunjukkan betapa besar peluang untuk memengaruhi publik, termasuk dalam membangkitkan kesadaran politik,” jelas Jamal.
Ia menegaskan, partisipasi politik tidak hanya sebatas memilih saat pemilu.
Bentuk lain partisipasi bisa berupa keterlibatan dalam organisasi masyarakat, aksi massa, hingga kampanye digital.
Menurutnya, influencer dapat memanfaatkan kedekatan dengan audiens untuk mengajak generasi muda lebih peduli terhadap isu politik.
“Dengan konten sederhana, baik foto, video, maupun tulisan, pesan politik bisa lebih mudah dipahami dan diterima. Inilah kelebihan influencer dibanding kampanye konvensional,” tambahnya.
Plt Asisten I Setda Samarinda yang juga Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Asli Nuryadin, dalam kesempatan yang sama menilai peran influencer memang strategis, namun ada tantangan besar yang harus diantisipasi: derasnya arus informasi yang rawan hoaks.
“Influencer punya pengaruh besar karena kedekatan emosional dengan pengikutnya. Tapi pengaruh itu harus dibarengi tanggung jawab, netralitas, dan etika digital, agar tidak terjebak pada kepentingan politik praktis,” tegas Asli.
Ia menyebut, influencer bisa menjadi mitra pemerintah untuk meningkatkan kualitas demokrasi.
Dengan konten kreatif yang mendidik, mereka dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap proses politik, sekaligus mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat.
“Asalkan perannya dijalankan dengan bijak, hasilnya bukan hanya meningkatnya angka partisipasi, tetapi juga lahirnya demokrasi lokal yang lebih inklusif,” ujarnya.
Asli juga mengingatkan bahwa media sosial kini telah menjadi ruang utama interaksi warga.
Karena itu, keterlibatan influencer dalam pendidikan politik bisa memperkuat kesadaran kolektif sekaligus mendorong partisipasi politik masyarakat Samarinda yang lebih berkualitas.