
SAMARINDA: Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Hasanuddin Mas’ud, menegaskan pihaknya tidak memiliki anggaran khusus untuk memperbaiki kerusakan fasilitas Gedung DPRD yang terjadi usai aksi ribuan massa Aliansi Mahakam pada 1 September 2025.
Menurutnya, kondisi keuangan dewan saat ini sedang efisiensi sehingga perbaikan hanya sebatas pembersihan.
“Kita nggak ada dananya untuk renovasi. Jadi pagar itu paling hanya dibersihkan, bukan diperbaiki,” ujar Hasanuddin saat diwawancarai Kamis, 4 September 2025.
Bahkan ia menuturkan beberapa program prioritas DPRD yang seharusnya bisa dilaksanakan dua atau tiga kali dalam sebulan, sekarang terpaksa dikurangi jadi sekali karena efisiensi.
Kerusakan yang ditinggalkan massa cukup parah. Pagar depan penuh coretan cat semprot, gerbang penyok, tanaman rusak, baliho dicopot, hingga dinding yang bertuliskan “DPRD Provinsi Kaltim” ikut dicoret-coret. Tidak hanya itu, sembilan unit CCTV yang terpasang, empat di antaranya dirusak.
“CCTV ini dipasang untuk memantau siapa saja yang sering beraktivitas di sekitar gedung. Kalau aksi memang murni menyalurkan aspirasi, kenapa CCTV sampai dirusak? Itu artinya ada yang menunggangi mahasiswa dengan agenda lain,” tegas Hasanuddin.
Ia juga menyinggung penemuan 27 botol bom molotov di sekretariat Himpunan Mahasiswa Sejarah FKIP Unmul malam sebelum aksi.
Menurutnya, penemuan itu sudah masuk ranah kriminal dan bukan bagian dari aksi menyampaikan aspirasi.
“Kalau sudah ada bom molotov, itu aneh. Kita tidak ingin Kaltim jadi seperti daerah lain. Apalagi ada IKN yang harus kita jaga,” tambahnya.
Hasanuddin menegaskan bahwa tindak anarkis seperti pencoretan gerbang, pengrusakan baliho, hingga perusakan CCTV bukanlah bagian dari demokrasi.
Dampaknya, DPRD harus menanggung biaya tambahan untuk perbaikan meski tanpa pos anggaran khusus.
“Kerusakan itu tetap harus diperbaiki, tapi biayanya lagi-lagi dari kami. Kesekwan saja sudah kewalahan, bahkan untuk memberi makan aparat keamanan yang berjaga tiga hari saat aksi kemarin pun tidak sanggup,” ujarnya.
Meski demikian, Hasanuddin tetap menghargai niat mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi.
Ia menilai unjuk rasa sah dilakukan selama tertib dan damai, namun harus dipisahkan dari tindakan anarkis yang justru merusak citra gerakan mahasiswa.
“Demo boleh, aspirasi sah, tapi jangan sampai merusak fasilitas umum. Kalau sudah anarkis, itu masalah hukum. Kaltim adalah salah satu provinsi yang aman, apalagi sekarang jadi ikon nasional karena ada IKN. Kita jaga supaya Kaltim tetap damai,” pungkasnya.