SAMARINDA: Aksi ribuan massa Aliansi Mahakam di depan Gedung DPRD Kalimantan Timur, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Senin, 1 September 2025 berakhir ricuh setelah peringatan pembubaran tidak diindahkan.

Polisi akhirnya menindak tegas menggunakan water cannon dan gas air mata untuk mengurai konsentrasi massa.
Sejak siang, sekitar pukul 14.30 WITA, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud bersama sejumlah anggota dewan sudah menemui ribuan pengunjuk rasa.
Ia menyatakan komitmen DPRD untuk meneruskan aspirasi mahasiswa ke pemerintah pusat. Namun meski sempat mereda, massa tetap memilih bertahan di depan gerbang.
Menjelang sore, situasi berangsur tegang.
Sekitar pukul 17.00 WITA, massa mulai menunjukkan ketidakpuasan.
Mereka mendorong pagar, melempar botol air mineral, hingga merusak billboard bergambar anggota DPRD.
Bahkan sebuah bendera bergambar tokoh “One Piece” sempat dikibarkan di atas papan reklame yang sudah dirusak.
Tak lama kemudian, seorang peserta aksi terlihat memanjat tiang dan menghancurkan kamera CCTV di area gedung.
Tindakan itu disambut sorakan massa, namun sekaligus memperlihatkan eskalasi aksi yang kian tidak terkendali.
Pada pukul 17.29 WITA, aparat kembali mengingatkan massa untuk membubarkan diri secara tertib.
Koordinator lapangan juga diminta mengajak peserta aksi keluar dari lokasi.
Namun, bukannya mundur, massa justru bertahan dan semakin emosional.
Lemparan air mineral berganti batu, mengenai area sekitar gerbang DPRD.
Sekitar pukul 17.40 WITA, ketegangan mencapai puncak ketika terlihat aksi pembakaran di depan gerbang.
Api dan asap mengepul, memicu suasana semakin panas.
Aparat kemudian bergerak dengan pengeras suara memberi peringatan terakhir.
Pukul 18.00 WITA, polisi akhirnya mengambil langkah tegas.
Water cannon ditembakkan ke arah kerumunan, disusul gas air mata.
Massa pun porak-poranda, berlarian menyelamatkan diri ke gang-gang dan gedung sekitar, termasuk Gedung Pemuda Pancasila di Jalan Teuku Umar.
Hingga kini, aparat kepolisian masih melakukan penyisiran dan sterilisasi di sepanjang Jalan Teuku Umar hingga kawasan Tengkawang.
Jalanan penuh sampah sisa aksi; botol air mineral, roti donasi, spanduk, hingga sisa pembakaran berserakan di lokasi.
Sebelumnya Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, menegaskan pembubaran dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
“Penyampaian aspirasi adalah hak, tapi jika melewati batas waktu, kami wajib bertindak. Semua dilakukan sesuai UU Nomor 9 Tahun 1998,” katanya.
Meski berakhir ricuh, polisi memastikan akan tetap menjalankan pengamanan secara humanis di setiap aksi.
Situasi pasca demonstrasi kini berangsur kondusif, meski menyisakan pekerjaan besar menjaga ketertiban dan kepercayaan publik.