SAMARINDA: Manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda terancam sanksi pidana setelah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur menetapkan kewajiban pembayaran tunggakan upah dan hak karyawan sebesar Rp1,34 miliar.
Hingga kini, kewajiban tersebut belum ditindaklanjuti pihak rumah sakit.
Kepala Disnakertrans Kaltim, Rozani Erawadi, menyebut angka itu merupakan hasil penetapan pengawas tenaga kerja.
Rinciannya terdiri dari upah yang belum dibayar Rp702 juta, denda keterlambatan Rp351 juta, serta upah lembur Rp287 juta.
“Total kewajiban yang harus dibayarkan RSHD mencapai Rp1,34 miliar. Mudah-mudahan itu bisa segera ditindaklanjuti,” kata Rozani, Rabu, 24 September 2025.
Rozani menegaskan, regulasi ketenagakerjaan jelas menyebutkan bahwa keterlambatan pembayaran upah berimplikasi pidana.
Karena itu, ia mendorong manajemen agar menyelesaikan masalah lewat dialog bipartit dengan pekerja.
“Kenapa tidak dilakukan pembicaraan bipartit? Angka-angka itu bisa dilihat bersama. Kalau ada kesepakatan, seharusnya bisa selesai tanpa harus sampai ke ranah pidana,” tegasnya.
Namun, ia menolak alasan kesulitan finansial yang kerap disampaikan manajemen RSHD.
Menurutnya, pekerja sudah melaksanakan kewajiban sehingga hak mereka tidak boleh diabaikan.
“Kalau kewajiban sudah dijalankan, haknya tidak boleh ditunda. Itu prinsip norma ketenagakerjaan,” ucapnya.
Rahma (24), eks karyawan yang pernah bekerja sebagai supervisi perawat selama dua tahun, mengaku tidak menerima gaji sejak Januari hingga April 2025.
Ia akhirnya memutuskan keluar, tetapi haknya tidak pernah dilunasi.
“Sejak Januari itu belum dibayar sampai sekarang. Kami sudah coba hubungi, tapi tidak ada akses sama sekali. Bahkan nomor kami diblokir,” ungkapnya.
Rahma juga menuturkan, manajemen sempat berjanji akan melunasi pembayaran pada 29 Agustus 2025 melalui surat yang ditempel di gedung rumah sakit.
Namun janji tersebut tak pernah ditepati.
“Tanggal itu lewat begitu saja, kami hubungi pun tidak ada jawaban. Semua nomor tidak aktif,” keluhnya.
Kekecewaan karyawan makin dalam setelah manajemen RSHD empat kali mangkir dari pemanggilan DPRD Kaltim.
Komisi IV akhirnya menutup forum mediasi dan memilih menunggu proses hukum setelah Nota II Disnakertrans berakhir pada 2 Oktober 2025.
Para pekerja juga sepakat menempuh jalur hukum, baik pidana maupun perdata, apabila hak mereka tak kunjung dibayarkan.
Rozani menjelaskan, kewenangan pemerintah terbatas pada penegakan norma ketenagakerjaan dan pemidanaan.
Sementara penyitaan aset hanya bisa ditempuh lewat gugatan perdata di pengadilan.
“Kalau pidana itu prosedur kami. Kalau perdata, itu urusan antara pekerja dengan pengusaha di pengadilan,” terangnya.
Para pekerja berharap persoalan segera tuntas, setidaknya dengan pembayaran hak sebelum kasus berlanjut ke ranah hukum.
“Harapan kami sederhana, hak kami dibayar. Kalau tidak, biar hukum yang berjalan,” tutup Rahma mewakili eks karyawan lain.