JAKARTA: Menteri Agama Nasaruddin Umar meneguhkan komitmennya untuk menerjemahkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ke dalam langkah nyata dalam menjaga kerukunan dan memperkuat pendidikan agama sebagai prasyarat utama pembangunan nasional.
Hal itu disampaikan Menag dalam Refleksi Satu Tahun Kementerian Agama Mengawal Asta Cita, di Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025.
Menurut Menag, satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran menjadi momentum penting bagi Kementerian Agama (Kemenag) untuk menghadirkan wajah kehidupan beragama yang lebih inklusif, produktif, dan menyejahterakan.
“Asta Cita bukan sekadar rencana politik, tapi arah moral bangsa. Di Kementerian Agama, kami berupaya agar nilai-nilai agama tidak berhenti di mimbar, tetapi hidup dalam kebijakan yang memuliakan manusia,” ujar Menag Nasaruddin Umar.
Menag menegaskan bahwa menjaga kerukunan merupakan fondasi utama kerja Kemenag dalam mengawal Asta Cita Presiden, khususnya Cita ke-8, yang menekankan pentingnya harmoni sosial, toleransi, dan kehidupan beragama yang damai.
“Kerukunan bukan hanya soal toleransi, tetapi syarat utama pembangunan. Tanpa kedamaian sosial, pembangunan tidak akan berdiri kokoh,” tegasnya.
Dalam satu tahun terakhir, Kemenag telah mengembangkan berbagai sistem dan program konkret untuk memperkuat harmoni bangsa.
Salah satunya melalui aplikasi Si-Rukun (Early Warning System) yang berfungsi mendeteksi potensi konflik keagamaan sejak dini di berbagai daerah.
“Penyuluh agama menjadi garda terdepan dalam mengoperasikan aplikasi ini,” jelas Menag.
Pengembangan Si-Rukun melibatkan seluruh unit eselon I Kemenag, mulai dari Ditjen Bimas Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, hingga Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB).
Sistem ini dibangun berdasarkan riset pemetaan potensi konflik keagamaan, termasuk zona merah, kuning, dan hijau di berbagai wilayah.
Untuk memperkuat kesiapan lapangan, Kemenag telah melatih 500 penyuluh agama di KUA sebagai aktor resolusi konflik, membina 300 penyuluh dalam pemetaan sosial-keagamaan, serta memperkuat kapasitas 600 penceramah agar berdakwah secara moderat dan adaptif terhadap literasi digital.
Selain itu, 200 dai muda dibina untuk menjadi generasi pendakwah berwawasan moderat dan mandiri, dengan pendekatan dakwah kontekstual serta kemampuan kewirausahaan.
Kemenag juga melaksanakan Akademi Kepemimpinan Mahasiswa Nasional (Akminas) yang telah melahirkan 1.192 kader lintas agama dengan semangat kepemimpinan plural dan damai.
Dalam upaya deradikalisasi berbasis pendidikan, Kemenag melakukan rekonstruksi terhadap 25 pesantren eks-Jamaah Islamiyah yang menampung 5.077 santri.
“Indonesia hanya bisa maju bila umatnya damai, saling menghormati, dan memiliki kesadaran kebangsaan yang kuat,” tegas Menag.
Keberhasilan ini turut tercermin dalam survei Poltracking Indonesia, yang menempatkan program “menjaga kerukunan antarumat beragama” sebagai keberhasilan tertinggi pemerintahan Prabowo-Gibran dengan tingkat kepuasan publik mencapai 86,7%, disusul program menjaga kehidupan keagamaan (80,2%) dan menjaga persatuan bangsa (77,1%).
Dalam semangat Asta Cita yang menekankan pemerataan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, Kemenag turut menyukseskan dua program prioritas nasional, yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG).
Program ini telah menjangkau 1.373.761 siswa madrasah dan 337.442 santri pesantren penerima manfaat MBG, serta 12,5 juta siswa dari lembaga pendidikan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha yang memperoleh layanan CKG.
Kemenag juga memberdayakan 4.450 UMKM melalui skema pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan) lewat program Masjid Berdaya dan Berdampak (MADADA).
Sebanyak 1.350 takmir masjid telah mengikuti bimbingan teknis untuk meningkatkan kompetensi dalam pengelolaan ekonomi berbasis masjid.
Dalam membangun ketahanan keluarga, lebih dari 17.266 pasangan mengikuti program pembinaan keluarga, mulai dari Bimbingan Perkawinan Islam, Bimbingan Keluarga Sukinah (Hindu), hingga Hittasukhaya (Buddha).
“Inilah makna dakwah sosial. Kemenag berupaya agar ajaran agama hadir bukan hanya di rumah ibadah, tetapi juga di ruang publik, berbagi makanan, menjaga kesehatan, dan memperkuat keluarga,” tutur Menag.
Peningkatan kesejahteraan pendidik menjadi perhatian khusus Presiden Prabowo, termasuk bagi guru dan dosen lembaga pendidikan agama.
Untuk pertama kalinya, tunjangan profesi guru non-PNS dinaikkan secara signifikan dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta per bulan.
Tahun ini, 206.325 guru telah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG), meningkat 700% dibanding tahun sebelumnya, serta lebih dari 5.000 dosen perguruan tinggi keagamaan juga mengikuti PPG 2025.
Selain itu, Kemenag menyalurkan 156.581 beasiswa KIP Kuliah, 6.453 Beasiswa Indonesia Bangkit, dan 2.270 Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB).
Beasiswa juga diberikan kepada 329 mahasiswa Orang Asli Papua (OAP) serta 153 penerima beasiswa zakat di 21 kampus negeri maupun swasta.
Program Indonesia Pintar (PIP) turut disalurkan kepada 19.264 siswa pendidikan Kristen, 161.591 santri, dan 1.469 siswa pendidikan Hindu.
“Lebih dari Rp9 triliun anggaran BOP Raudlatul Athfal dan BOS Madrasah telah disalurkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran,” ungkap Menag.
Langkah strategis lainnya adalah pendirian Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Negeri (SETIAKIN) di Bangka Belitung, sekolah tinggi Khonghucu negeri pertama di Indonesia.
Kehadiran SETIAKIN menjadi simbol kehadiran negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi keagamaan lintas agama.
Kemenag juga turut mendukung Sekolah Rakyat, Sekolah Garuda, dan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) dalam revitalisasi madrasah.
Dua madrasah unggulan yang ditetapkan sebagai Sekolah Garuda Transformasi adalah MAN Insan Cendekia Gorontalo dan MAN IC Ogan Komering Ilir (Sumsel). Selain itu, 1.414 madrasah telah direvitalisasi dalam program PHTC Presiden Prabowo.
Capaian pendidikan juga menunjukkan hasil nyata: MAN IC Serpong terpilih sebagai Sekolah Terbaik UTBK 2025, sementara MAN 2 Kota Malang menjadi Sekolah Terbaik Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2025.
“Guru dan dosen adalah ruh pendidikan. Ketika mereka sejahtera dan dihargai, maka pendidikan agama akan bermartabat dan bangsa akan berkarakter,” pungkas Menag Nasaruddin Umar.

 
		 
