
SAMARINDA: Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) DPRD Kalimantan Timur menyampaikan hasil akhir pembahasan LKPJ Gubernur Tahun Anggaran 2024 dalam rapat paripurna ke-17 yang digelar di Kantor DPRD Kaltim, Rabu 11 Juni 2025.
Ketua Pansus, Agus Suwandi, memaparkan sejumlah temuan, catatan strategis, dan puluhan rekomendasi kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, mencakup pengelolaan keuangan, ketimpangan pembangunan, serta reformasi birokrasi.
“Rekomendasi ini bukan sekadar catatan. Ini peta jalan menuju Kalimantan Timur yang lebih adil dan sejahtera,” tegas Agus dalam penyampaian laporan.
Pansus mencatat realisasi pendapatan daerah tahun 2024 mencapai Rp22,08 triliun atau 104,06 persen dari target. Namun, pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak dan pengelolaan kekayaan daerah belum optimal. Pajak daerah hanya tercapai 99,76 persen, sementara pendapatan dari kekayaan daerah hanya 91,90 persen dari target.
“Selisih realisasi pajak dan kekayaan daerah setara Rp41 miliar. Itu bisa dipakai untuk merehabilitasi 40 ruang kelas,” ucap Agus.
Dari sisi belanja, realisasi anggaran tercatat Rp20,46 triliun dengan proporsi belanja operasional sebesar Rp9,33 triliun (45,6%), belanja modal Rp4,87 triliun (23,8%), dan transfer ke kabupaten/kota Rp6,19 triliun (30,3%). Pansus menyoroti belanja modal yang masih jauh di bawah ambang batas ideal 40 persen sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022.
Ketimpangan juga terlihat dalam capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Meski IPM Kaltim tahun 2024 berada di urutan ketiga nasional dengan skor 78,79, sejumlah kabupaten masih di bawah rata-rata nasional. Di antaranya Mahakam Ulu (70,79), Kutai Barat (74,76), dan Penajam Paser Utara (74,94).
Selain itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kaltim tahun 2024 mencapai 5,14 persen, tertinggi di Kalimantan, meskipun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita mencapai Rp212 juta.
“Perekonomian kita tumbuh, tapi belum dirasakan merata oleh semua kalangan,” tegas Agus.
Pansus juga menyoroti angka stunting yang stagnan di angka 22,9 persen, jauh dari target 12,83 persen. Untuk itu, Pansus mendorong penerbitan Peraturan Gubernur terkait penanganan stunting lintas sektor.
Temuan di lapangan mengungkap sejumlah proyek fisik bermasalah, termasuk pembangunan gedung SMKN di Penajam dan proyek drainase di Samarinda yang putus kontrak. Pembangunan Jembatan Sei Nibung pun belum rampung meski dijadwalkan selesai tahun ini.
Dari hasil audit BPK, terdapat 27 temuan yang terdiri dari 3 di sektor pendapatan, 19 di belanja, dan 5 di pengelolaan aset. Sebanyak 114 tindak lanjut belum sesuai, dan 3 belum ditindaklanjuti sama sekali. Pansus merekomendasikan agar tindak lanjut temuan BPK dijadikan indikator kinerja perangkat daerah disertai sistem reward and punishment.
Di sektor lingkungan, penurunan emisi gas rumah kaca dan capaian bauran energi terbarukan 12,14 persen diapresiasi. Namun, Pansus mengkritisi penurunan Indeks Kualitas Air yang dinilai berdampak terhadap keberlanjutan sumber daya air.
Sementara itu, capaian reformasi birokrasi menunjukkan hasil baik, dengan Indeks SPBE 3,79, Akuntabilitas Kinerja 3,20, dan Indeks Reformasi Birokrasi 85,16. Namun, Pansus mengingatkan agar digitalisasi tidak kehilangan orientasi pada pelayanan publik.
“Reformasi birokrasi harus berdampak langsung. Bukan hanya peringkat di atas kertas,” ujar Agus.
Pansus juga mencatat buruknya pengelolaan aset daerah. Dari 800 bidang tanah milik Pemprov, satu bidang tidak diketahui keberadaannya. Nilai aset pun menurun dari Rp49 triliun menjadi Rp29 triliun karena penyusutan dan penghapusan yang dinilai perlu diverifikasi ulang.
Laporan akhir ditutup dengan penyerahan rekomendasi dalam empat kelompok sesuai komisi DPRD. Beberapa rekomendasi utama antara lain percepatan penyelesaian Jembatan Sei Nibung, pengoperasian Bandara Ujoh Bilang, pemanfaatan Galeri UMKM, serta perencanaan pembangunan rumah sakit berdasarkan pertumbuhan penduduk.