PYONGYANG: Pendiri dan pemimpin Yayasan Earth Aid Society, Ratna Sari Dewi Sukarno, menilai pemikiran Juche yang digagas Kim Il Sung memiliki kesamaan ideologis dengan ajaran Tri Sakti Bung Karno.
Menurutnya, kedua ideologi tersebut sama-sama menekankan pentingnya kemandirian dan harga diri bangsa sebagai fondasi utama dalam membangun negara yang berdaulat.
Pernyataan itu disampaikan Ratna Sari Dewi dalam perbincangan bersama Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia–RDR Korea, Teguh Santosa, dan Direktur Juche Study Group Indonesia, Teuku Rezasyah, di Hotel Koryo, Pyongyang, Jumat, 10 Oktober 2025.
Ketiganya berada di Pyongyang dalam rangka menghadiri peringatan HUT ke-80 Partai Pekerja Korea (WPK) yang digelar dengan melibatkan delegasi dari berbagai negara sahabat.
“Tri Sakti seperti Juche sama-sama mengajarkan kemandirian bangsa. Keduanya menempatkan manusia sebagai faktor utama yang menentukan masa depan bangsanya,” ujar Dewi Sukarno.
Ratna Sari Dewi menjelaskan, Juche yang dirumuskan Kim Il Sung menempatkan manusia sebagai subjek utama pembangunan bangsa, sehingga seluruh kebijakan negara diarahkan untuk memperkuat kemampuan rakyatnya berdiri di atas kaki sendiri.
“Juche mengajarkan bahwa manusia adalah tuan bagi masa depannya. Sejak merdeka dari penjajahan Jepang, pemerintah Korea Utara fokus membangun karakter bangsa yang mandiri,” ucapnya.
Sementara itu, ajaran Tri Sakti Bung Karno menegaskan tiga pilar penting: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan — sebuah konsep yang hingga kini menjadi dasar nasionalisme Indonesia modern.
“Kedua pemimpin besar ini, Kim Il Sung dan Soekarno, sama-sama menolak ketergantungan terhadap kekuatan asing. Mereka mengajarkan bangsa untuk percaya pada kekuatan sendiri,” lanjut Dewi Sukarno.
Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia–RDR Korea, Teguh Santosa, menegaskan bahwa semangat kemandirian dan keadilan sosial yang diajarkan Kim Il Sung dan Bung Karno memiliki akar historis yang sama.
“Kedua tokoh ini membangun ideologi berdasarkan pengalaman kolonialisme dan perjuangan rakyat. Karena itu, keduanya saling menginspirasi dan memiliki rasa hormat yang mendalam satu sama lain,” tutur Teguh.
Dalam kesempatan itu, Teguh juga memperkenalkan Teuku Rezasyah sebagai Direktur Juche Study Group Indonesia kepada Ratna Sari Dewi.
Ratna Sari Dewi memberikan restu dan dukungan moral kepada Teuku Rezasyah untuk melanjutkan upaya akademik dan diplomatik dalam memperkenalkan pemikiran Juche dan Tri Sakti kepada generasi muda.
Teuku Rezasyah — dosen hubungan internasional di Universitas Padjadjaran dan President University — baru saja menghadiri Konferensi Internasional Juche yang digelar 8–9 Oktober 2025 oleh Korea Association for Social Scientists (KASS).
“Konferensi ini diikuti lebih dari 100 peserta dari 25 negara. Saya menjadi salah satu peserta aktif yang membahas relevansi Juche di era global,” jelasnya.
Rezasyah sebelumnya dilantik sebagai Direktur Juche Study Group Indonesia di Mansudae, di bawah patung Kim Il Sung dan Kim Jong Il, disaksikan oleh Matteo Carbonelli (Wakil Dirjen IIJI) dan Javed Ansari (Sekretaris APRCFSKP).
Seluruh peserta konferensi kemudian menghadiri peringatan HUT ke-80 Partai Pekerja Korea di Stadion May Day Pyongyang bersama Presiden Korea Utara Kim Jong Un.
Dalam acara tersebut, Kim Jong Un menegaskan pentingnya solidaritas internasional dan perjuangan bangsa-bangsa berkembang untuk mempertahankan kedaulatan dan keadilan global.
