YOGYAKARTA: Secara objektif, pelaksanaan haji tiga tahun terakhir sejak 2022, 2023 hingga 2024 dinilai baik dalam hal manajemen atau organisasi maupun inovasi sukses.
Penilaian itu disampaikan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Al Makin dalam acara dialog Publik Menelaah Kebijakan Inovasi Haji 2024 di Asrama Haji Yogyakarta.
Acara ini digelar oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan dihadiri masyarakat umum, Sabtu (27/7/2024).
Turut hadir Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj, Kepala Kanwil Kemenag Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ketua Pengurus Besar HMI MPO Mahfut Khanafi dan Ketua HMI Cabang DIY Hubul Wathon.
Prof. Makin mengungkapkan tahun 2021 di mana Pandemi COVID-19 sedang melanda Indonesia, saat itu tidak ada menyelenggarakan ibadah haji.
Kemudian pada tahun 2022, Kementerian Agama (Kemenag) di bawah kepemimpinan Menteri Yaqut Cholil Qoumas mulai kembali menyelenggarakan ibadah haji tepat setelah COVID-19 mereda.
Menurut Prof. Makin, tahun 2022 tercatat angka kematian rendah. Ini karena di tahun tersebut, jemaah yang lanjut usia (lansia), difabel dan risiko tinggi (risti) tidak ada.
“Tahun 2022 Kemenag di bawah Gus Men menyelenggarakan ibadah haji tepat di era COVID-19 mereda. Jumlah haji waktu itu tidak banyak, maka jumlah kecelakaan sedikit. Ini karena saat itu lansia, difabel, risti tidak ada,” ujarnya.
Sehingga tahun 2022 saat itu kejadian yang berakibat kematian untuk Indonesia sangat rendah.
Selanjutnya pada 2023 di mana saat itu Prof Makin juga menjadi petugas monitoring dan evaluasi, pelaksanaan haji ada perubahan karena kondisi COVID-19 sudah selesai.
Pelaksanaan haji 2023 ada golongan jemaah haji lansia, difabel dan risti. Terhadap golongan jemaah haji tersebut, Kemenag memiliki terobosan yaitu haji inklusi.
Para jemaah lansia, difabel dan risti mendapatkan keistimewaan layanan dari petugas haji dan juga ada terobosan safari wukuf untuk meminimalisir angka kematian.
“Tahun 2023 Kemenag punya terobosan. Gus Men menyebut sebagai haji inklusi,” tutur Prof Makin.
Orang lansia, difabel ketika itu semua mendapatkan keistimewaan. Justeru yang sibuk adalah petugasnya.
“Jadi kami keliling dari satu hotel, sektor satu ke yang lain baik di Makkah dan Madinah. Di sinilah kami dapati lansia, difabel dan risti,” katanya.
Walaupun petugas sudah maksimal, tapi risiko kematian tetap tinggi. Angka kematian meningkat drastis tahun 2023 di banding tahun 2022 sekitar 700 orang.
Namun pada tahun 2024, ada perubahan yang sangat signifikan terutama tentang angka kematian jemaah yang berkurang berkat skema Murur yang menjadi terobosan atau inovasi baru.
Hal ini menjadikan angka kematian tahun 2024 menurun sangat signifikan.
“Tahun 2024 ini berbeda. Saya tidak menjadi petugas tapi saya mengikuti. Ada terobosan lagi yaitu Murur yang efektif menurunkan angka kematian,” ungkapnya.
Selain itu, secara manajemen sudah dirapikan lagi. Jadi secara objektif pelaksanaan haji 2022, 2023 hingga 2024 sukses tahun terjadi inovasi.(*)