TANGERANG : Dunia jurnalistik tak hanya bicara soal berita yang cepat tersaji, tetapi juga tentang warisan intelektual dalam bentuk buku.
Semangat inilah yang mendasari lahirnya program Safari Buku, sebuah kerja sama antara Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) dan Penerbit Booknesia.
Acara perdana Safari Buku ini digelar di Ardes Cafe, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang pada Jumat, 21 Maret 2025.
Safari Buku ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan yang diteken JMSI dan Booknesia di Hall Dewan Pers pada 18 Februari 2025.
Sebagai bagian dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Booknesia berkomitmen memberikan asistensi manajemen penerbitan bagi pengurus daerah JMSI.
Dukungan itu mencakup berbagai tahapan, mulai dari penyuntingan, pracetak, penerbitan, hingga distribusi. Ketua Bidang Luar Negeri JMSI Yophiandi Kurniawan menegaskan bahwa buku tetap menjadi bagian penting dalam ekosistem jurnalistik.
Ia merujuk pada pemikiran tokoh pers Jacob Oetama dan Rosihan Anwar yang menyebut buku sebagai mahkota wartawan.
“Perkembangan dunia digital tidak menghapus arti penting buku. Justru, penerbitan buku semakin dibutuhkan untuk mengawal jurnalisme yang berkualitas dan berkelanjutan,” ujar Yophiandi.
Senada dengan itu, Ketua JMSI Banten Wahyu Hariyadi melihat potensi besar di kalangan jurnalis untuk menulis buku.
Menurutnya, banyak wartawan yang tak hanya piawai menyusun berita, tetapi juga memiliki gagasan kuat yang layak dituangkan dalam sebuah karya lebih mendalam.
Dari sisi penerbitan, General Manager Booknesia Yayat R. Cipasang menyoroti besarnya peluang penerbitan buku dari daerah.
Ia menyebut bahwa banyak figur publik, akademisi, hingga masyarakat umum yang ingin menerbitkan buku, tetapi terkendala proses teknis dan jaringan distribusi.
“Kami mengasistensi tahap editing, sementara proses penyuntingannya bisa dilakukan oleh rekan-rekan di daerah. Kami juga memberikan pedoman tata letak dan pracetak yang harus diikuti agar kualitas buku tetap terjaga,” jelas Yayat.
Booknesia juga akan membantu JMSI menghubungkan pengurus daerah dengan percetakan dan distributor. Dengan demikian, jangkauan penerbitan bisa lebih luas.
Yayat pun mendorong wartawan untuk mulai menulis buku, baik dalam bentuk kumpulan liputan, wawancara, maupun gagasan yang lebih reflektif.
“Bukunya bisa membahas apa saja. Buku yang ringan dan sederhana juga boleh. Misalnya kumpulan hasil liputan atau hasil wawancara yang menarik,” tambahnya.
Sebagai contoh, Yayat menyebut Ketua Umum JMSI Teguh Santosa yang telah menerbitkan berbagai buku. Mulai dalam bentuk kompilasi karya jurnalistiknya maupun disertasi akademiknya.