Samarinda – Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda membuka ruang kepada mahasiswa yang merasa dirugikan dalam kasus pelecehan seksual, intimidasi dan korban pungutan liar (pungli) di lingkungan kampus untuk berani membuka kasus-kasus tersebut seterang-terangnya.
Hal tersebut seyogianya berangkat dari laporan yang dilayangkan Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Sylva Unmul pada kampus yang bersangkutan mengenai dugaan pelecehan seksual dan pungli yang dilakukan oknum dosen di Fakultas Kehutanan (Fahutan) Unmul.
“Kami ingin momen itu menjadi bagian dari kami melakukan persekusi, tapi sebaliknya pada pembuktian dosen kami apakah pernah atau tidak karena bagaimana pun ini kan di dua sisi yang berbeda. Ada terlapor dan ada pelapor, ada bantahan dan ada penguatan,” ungkap Dekan Fahutan Unmul Rudianto Amirta, Jumat (29/4/2022).
Sehingga, ia menambahkan pihaknya membuka ruang untuk mahasiswa jika masih ada yang merasa dirugikan dalam kasus ini untuk dapat berani membuka.
Namun bukan hanya itu, kampus juga membuka kesempatan pada dosen untuk melakukan bantahan memperkuat aspek yang disampaikan. Sehingga pelapor dan terlapor memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan pernyataan.
“Sebagaimana yang disampaikan LEM Sylva Unmul ada beberapa rumor yang beredar bahwa masih ada yang mengalami hal yang sama, namun selama tidak ada kabar resmi maka akan dianggap sebagai kabar angin dan kami tidak ingin menjadi fitnah pada dosen kami yang sifatnya isu, rumor karena merugikan diri sendiri,” tegasnya.
Kendati pada prinsipnya kampus akan melakukan pendalaman dan melakukan proses adil terhadap keduanya.
“Fakultas tidak akan melindungi ketika ada proses kecurangan seperti ketidakadilan yang merugikan,” kata Rudianto.
Fahutan ingin menjadi kampus/tempat yang ramah dari seluruh aspek kehidupan normatif manusia yang bebas dari pelecehan, intimidasi, pungli dan sejenisnya.
“Itu yang ingin kami tegakan dalam kasus ini bahwa Fahutan Unmul berada dalam posisi tidak ingin menutupi apa yang berada di dalam kampus,” jelasnya.
