

SAMARINDA: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda resmi menarik lima rancangan peraturan daerah (Raperda) dari Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2025.
Penarikan dilakukan bukan tanpa alasan, melainkan untuk memastikan setiap regulasi yang lahir benar-benar matang, bermanfaat, serta selaras dengan regulasi di tingkat pusat.
Keputusan ini disampaikan dalam rapat paripurna dengan agenda Persetujuan Bersama Penarikan Raperda di Dalam dan di Luar Propemperda serta Kesepakatan Bersama Raperda di Luar Propemperda Kota Samarinda Tahun 2025, yang digelar pada Rabu, 27 Agustus 2025.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Samarinda, Kamaruddin, menjelaskan bahwa penarikan dilakukan setelah adanya kajian mendalam bersama bagian hukum dan perangkat daerah terkait.
“Langkah ini perlu dilakukan agar perda yang nantinya disahkan benar-benar memiliki manfaat dan selaras dengan kebutuhan masyarakat,” tegasnya.
Adapun lima Raperda yang ditarik dari Prolegda 2025 antara lain:
1. Raperda tentang penumpasan dan pengendalian tertentu.
2. Raperda tentang bantuan hukum.
3. Raperda penyempurnaan Perda Nomor 15 Tahun 2002 tentang ketahanan daerah.
4. Raperda revisi bidang pendidikan.
5. Raperda tentang pembangunan usaha penginapan.
Kamaruddin menekankan, alasan penarikan cukup beragam. Raperda tentang bantuan hukum, misalnya, ditarik agar dapat disesuaikan dengan Undang-Undang Bantuan Hukum terbaru, sehingga penerapannya lebih efektif dan tepat sasaran bagi masyarakat miskin.
Sementara itu, Raperda revisi pendidikan perlu menunggu hasil riset dan sinkronisasi dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, agar arah kebijakan di daerah tidak bertentangan dengan regulasi pusat.
“Penarikan ini bukan berarti program berhenti, justru langkah antisipatif agar perda yang kita lahirkan tidak tumpang tindih dan bisa diterapkan secara optimal,” tambah Kamaruddin.
Penarikan juga dilakukan untuk memberi ruang penyempurnaan substansi sekaligus sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, baik undang-undang maupun peraturan menteri.
Dengan begitu, Perda yang dihasilkan tidak hanya berfungsi sebagai aturan administratif, tetapi juga bisa menjawab tantangan nyata di lapangan.
Pemkot Samarinda melalui Wali Kota Andi Harun sebelumnya juga menekankan pentingnya fleksibilitas dalam penyusunan regulasi.
Menurutnya, Prolegda bukanlah dokumen kaku, melainkan harus mampu menyesuaikan dinamika hukum dan kebijakan di tingkat pusat.
“Dalam perjalanannya, selalu ada arahan baru dari pemerintah pusat yang mewajibkan daerah melakukan penyesuaian. Jadi wajar bila ada raperda yang kita tarik dulu, kemudian diperbaiki dan disesuaikan,” ujar Andi Harun dalam kesempatan terpisah.
DPRD dan Pemkot berkomitmen melanjutkan proses pembahasan setelah penyempurnaan rampung.
Dengan demikian, lima Raperda yang ditarik tidak otomatis hilang, melainkan akan masuk kembali ke Prolegda setelah melewati tahap revisi dan harmonisasi.

 
		 
