SAMARINDA : Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Jumansyah, mengatakan tidak semua agenda hukum yang berakhir pidana akan menyelesaikan masalah, money politics contohnya.
“Sama seperti pelayanan publik. Ombudsman tak serta merta orang salah dihukum, Ombudsman tak sampai ke sana. Lebih mengedepankan penyadaran kultural,” kata Jumansyah.
Hal itu ia katakan pada kegiatan Penyampaian Hasil Pengawasan Ombudsman RI Tahun Anggaran (TA) 2024 di Hotel Harris Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) Jalan Untung Suropati, Selasa (10/12/2024).
Menurutnya, pelayanan publik seyogyanya merupakan bentuk kehadiran negara sebab negara tanpa layanan publik adalah semu.
Ia menyadari, orang-orang yang masuk untuk melayani publik merupakan orang-orang terpilih yang memiliki keunggulan lebih dari masyarakat pada umumnya.
Namun pelayan publik memerlukan pengawasan sebab mereka juga manusia yang memiliki sisi buruk.
“Manusia diselimuti kehausan dan pelupa. Meskipun kita tahu birokrasi yang direkrut prosesnya bukan main. Tapi kenapa selalu ada problem karena manusia itu pelupa dan mahkluk yang paling berkuasa, maka penting lah pengawasan itu dilakukan,” jelasnya.
Jumansyah menilai, sebagian besar birokrasi masih belum meghargai pekerjaan sesungguhnya sehingga timbul penyelewengan.
“Makanya kami mengingatkan seluruh pelayan publik, anda bekerja ya dihargai pekerjaannya. Jangan bekerja tapi mau juga berkebun,” tuturnya.
Memberantas penyelewengan tersebut, baginya tak bisa sekadar sosialisai aturan. Melainkan harus masuk wilayah filosofis.
“Tak semua hukum bisa menyelesaikan persoalan. Pendekatan layanan publik tidak semua harus dikonsekuensikan dengan hukum. Bukan masalah salah atau benar, tapi tepat atau tidak,” tegasnya.
Ia menegaskan, yang harus ditekankan ialah komitmen filosofis pekerjaan birokrasi dimengerti fungsinya dimana dia harus bertanggung jawab.(*)

 
		 
