BALIKPAPAN : PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) kembali mencatatkan prestasi dalam industri hulu migas Indonesia.
Perusahaan ini berhasil mencetak rekor nasional untuk pengeboran terdalam dengan teknik Casing while Drilling (CwD) di lapangan migas darat (onshore) Indonesia.
Pengeboran tersebut mencapai kedalaman 2.510 ft (766 m) pada sumur SEM-184, yang terletak di Wilayah Kerja (WK) Semberah, Kalimantan Timur (Kaltim).
Teknik CwD, yang merupakan metode pengeboran sumur sambil memasang casing (pipa pelindung lubang bor), telah menjadi andalan PHSS untuk meningkatkan efisiensi operasional.
Menurut Sr. Manager Drilling & Well Intervention Regional 3 Dhanar Eko Prasetyo, PHSS telah menerapkan teknik CwD pada 84 sumur sebagai bagian dari strategi untuk mengoptimalkan biaya dan waktu pengeboran.
“Penerapan teknik ini berhasil menghemat 80 jam operasi, atau setara dengan penghematan biaya sebesar US$120 ribu. Selain itu, teknik ini juga mengurangi risiko gas dangkal dan hilangnya sirkulasi, yang berkontribusi pada pencapaian 7.904 jam safety man hours,” ungkap Dhanar.
Inovasi ini bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga tentang keselamatan dan keberlanjutan.
Dhanar menegaskan bahwa perusahaan terus mendorong penerapan teknologi canggih yang aman, andal, dan ramah lingkungan, sesuai dengan praktik-praktik terbaik dalam industri hulu migas baik nasional maupun internasional.
Lebih lanjut, Dhanar menjelaskan, PHSS juga berhasil menekan biaya operasional melalui penyelesaian proses komplesi dual monobore pada setiap sumurnya.
Teknik ini menggunakan dua rangkaian tubing berdiameter 3-1/2” yang disemen hingga ke permukaan, memungkinkan produksi hidrokarbon tanpa memerlukan rig tambahan untuk proses workover.
“Jika dibandingkan dengan komplesi konvensional yang menggunakan satu rangkaian tubing tanpa semen, teknik ini jelas lebih efisien dan hemat biaya,” jelasnya.
Manager PHSS Field Iva Kurnia Mahardi, menambahkan bahwa penerapan teknik CwD dan dual monobore merupakan langkah strategis dalam mempertahankan keekonomian proyek-proyek migas di Zona 9.
“Dual monobore terbukti lebih efisien dari sisi waktu dan biaya, sekaligus mengurangi risiko produksi dan keselamatan kerja selama intervensi sumur, serta menurunkan emisi karbon,” kata Iva.
Dari segi investasi, metode komplesi dual monobore memberikan efisiensi biaya hingga US$150 ribu dibandingkan metode konvensional.
Menurutnya, metode ini merupakan salah satu praktik terbaik dalam industri hulu migas untuk menjaga tingkat produksi, sehingga lapangan PHSS dapat terus mendukung ketahanan energi nasional.
PHSS saat ini juga melanjutkan strategi pengeboran borderless di wilayah kerja yang berbatasan dengan lapangan PT Pertamina EP (PEP) di Zona 9, dengan menggunakan 11 rig secara bersamaan.
Sebagai anak perusahaan PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), PHSS terus menjalankan operasi dan bisnis hulu migas dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Melalui kerja sama dengan SKK Migas, PHSS bersama afiliasi dan anak perusahaan PHI lainnya terus berinovasi untuk menghasilkan energi yang selamat, efisien, andal, dan ramah lingkungan, demi mewujudkan #EnergiKalimantanUntukIndonesia.(*)

 
		 
