
SAMARINDA: Dua anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra dan Darlis Pattalongi, dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan pelanggaran etik dalam insiden Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama RS Haji Darjad, 29 April 2025 lalu.
Keputusan resmi ini disampaikan oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim setelah melalui proses pemeriksaan yang mendalam.
Wakil Ketua Komisi IV, Andi Satya, menyambut baik keputusan tersebut dan menyatakan apresiasinya atas proses yang dijalankan BK secara transparan dan adil.
“Alhamdulillah keputusan BK sudah keluar. Kami apresiasi karena BK telah menjalankan proses yang fair dan transparan,” ujarnya saat diwawancarai hari ini Rabu 30 Juli 2025.
Ia menegaskan tidak ada niat dari dirinya maupun Darlis untuk melecehkan profesi mana pun, termasuk advokat. Permintaan kepada kuasa hukum RS Haji Darjad agar meninggalkan forum RDPU, menurutnya, adalah bagian dari menjaga fokus diskusi sesuai mekanisme kelembagaan DPRD.
“Insyaallah semangat kami untuk menyuarakan kepentingan masyarakat tidak akan berkurang,” katanya.
Saat ditanya kemungkinan untuk menuntut balik pihak pelapor, Andi Satya menekankan pentingnya saling menghormati dan menghindari aksi saling lapor.
“Kita semua harus bisa hidup berdampingan. Tidak perlu ada tuntut-menuntut balik. Yang penting, semua pihak menghormati keputusan BK,” tambahnya.
Senada dengan itu, Darlis Pattalongi yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, menyatakan seluruh proses sudah dilalui sesuai aturan. Ia berharap keputusan BK menjadi akhir dari polemik yang sempat mencuat ke publik.
“Kami berharap semua pihak menghargai dan menghormati keputusan BK. Ini negara hukum. Kami sudah mengikuti semua prosedur. Setelah keputusan keluar, kami anggap polemik ini selesai,” katanya.
Ia menjelaskan, dalam forum RDPU DPRD, prinsip utama adalah mendapatkan klarifikasi langsung dari pihak yang bertanggung jawab.
“Ketika kami mengundang suatu pihak ke rapat, tentu kami ingin penjelasan langsung dari pihak utama yang bertanggung jawab. Itu bukan bentuk pelecehan terhadap profesi, tapi tata cara kerja kelembagaan,” jelas Darlis.
Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, mengonfirmasi bahwa tidak ditemukan pelanggaran etik maupun tata tertib dewan oleh keduanya. Keputusan ini didasarkan pada hasil kajian bukti dan keterangan dari semua pihak.
“Permintaan kepada kuasa hukum RS untuk meninggalkan ruang RDPU saat itu tidak melampaui kewenangan. Forum tersebut memang ditujukan untuk meminta pertanggungjawaban dari pihak manajemen rumah sakit, bukan dari kuasa hukumnya,” tegas Subandi 21 Juli lalu.
BK juga menegaskan tidak ditemukan pernyataan yang melecehkan profesi advokat. Pemeriksaan mengacu pada Tata Tertib DPRD, UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dan kode etik dewan.
Laporan etik terhadap Andi Satya dan Darlis dilayangkan oleh DPD Ikadin Kaltim dan Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim pada 14 Mei 2025, sebagai bentuk keberatan atas sikap dalam forum RDPU. Namun, BK memutuskan bahwa perkara tidak dilanjutkan ke tahap mediasi maupun sidang etik.
“Keputusan ini final secara kelembagaan. Ini soal menjaga marwah lembaga dan membangun relasi profesional yang sehat,” ujar Subandi.
Sebagaimana diketahui, insiden ini bermula saat RDPU digelar untuk membahas keluhan keluhan tenaga kerja di RSHD mengenai tunggakan gaji selama 2-3 bulan.
Ketika kuasa hukum hadir mewakili pihak rumah sakit, dua legislator meminta agar penjelasan disampaikan langsung oleh pihak rumah sakit, bukan melalui penasihat hukum. Permintaan tersebut kemudian menjadi dasar laporan etik oleh kalangan advokat.