SAMARINDA: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tengah merumuskan skema baru terkait alokasi anggaran media, menyusul ditiadakannya dukungan dana dari Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kaltim untuk media massa pada Tahun Anggaran 2026.
Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim, Muhammad Faisal, dalam forum Silaturahmi dan Ngopi Bareng Gubernur Kaltim bersama Insan Pers di Lamin Etam, Sabtu malam, 26 Juli 2025.
Faisal menjelaskan bahwa polemik ini mencuat seiring banyaknya pertanyaan dari insan pers terkait nihilnya alokasi Pokir untuk media dalam pembahasan anggaran 2026.
Padahal sebelumnya, usulan media dalam Pokir mencapai lebih dari Rp200 miliar.
“Isu ini sudah ramai tiga hari. Katanya anggaran media nol. Tapi ini belum final. Tanggal 29 Juli pagu OPD baru keluar, dan 31 Juli penetapan. Kita masih berjuang agar tetap ada,” ujarnya.
Faisal mengungkapkan, penghapusan Pokir untuk media berkaitan langsung dengan pemenuhan indikator dari Monitoring Center for Prevention (MCP) milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sistem ini menuntut transparansi dan kepatuhan penuh dalam pengelolaan keuangan daerah, termasuk penginputan Pokir melalui Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
“Kaltim salah satu yang disorot MCP KPK. Semua harus berbasis sistem dan data. Nah, media tidak masuk dalam kamus usulan SIPD. Kalau dipaksakan, itu di luar sistem. Berisiko. Bisa jadi temuan KPK,” jelasnya.
Lebih dari 1.900 usulan aspirasi dari anggota DPRD telah masuk ke Bappeda untuk diverifikasi.
Namun karena media tidak termasuk dalam kamus usulan resmi, maka tidak ada ruang legal untuk menyalurkan Pokir ke media massa.
“Kalau dipaksakan, OPD dan kepala dinas bisa terseret secara hukum karena tidak ada cantolan rekening untuk media. Ini bukan soal tidak mau bantu, tapi justru menjaga agar semua selamat dari risiko,” lanjutnya.
Ia menegaskan, sistem saat ini menuntut agar semua usulan berbasis pada kebutuhan masyarakat di sektor infrastruktur, pertanian, perikanan, dan lainnya, yang semuanya harus melalui syarat dan verifikasi ketat. Namun, tidak satu pun mengakomodasi media sebagai item Pokir.
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, disebut telah menyiapkan solusi.
Anggaran untuk media tetap akan dialokasikan melalui Diskominfo dan beberapa OPD teknis, meskipun nilainya tidak sebesar Pokir sebelumnya.
“Pak Gubernur akan realokasikan ke Kominfo dan beberapa OPD, walau tak sebesar sebelumnya. Usulan awal Rp200 miliar, sekarang ditekan jadi Rp165 miliar. Tapi itu khusus media lokal Kaltim, bukan media nasional,” terang Faisal.
Namun ada ketentuan tegas: OPD hanya boleh menggunakan dana tersebut untuk konten layanan masyarakat sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Bukan untuk pemberitaan seremoni, perjalanan pejabat, atau salinan berita formal.
“Kalau Dinas Kesehatan, ya ajakan posyandu, vitamin A, imunisasi. Kalau Dispora, ya kegiatan cabang olahraga. Jangan kepala dinasnya ikut rapim lalu diberitakan. Harus layanan publik,” tandasnya.
Faisal juga menekankan bahwa perhatian Pemprov tidak terbatas pada media daring.
Ia menyebut perlunya dukungan bagi radio, media cetak, televisi lokal, hingga penyedia reklame seperti baliho dan videotron.
“Kita ini lebih dari 500 media. Ada TV lokal, radio, media cetak, bahkan teman-teman reklame dan videotron juga penting. Bukan hanya media online saja yang perlu dibantu,” tegasnya.
Diskominfo juga mengingatkan pentingnya mematuhi Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2024 sebagai payung hukum dalam penyaluran anggaran media.
Hal ini dinilai penting agar tidak terjadi kekacauan anggaran yang berpotensi menyulitkan semua pihak dalam proses pemeriksaan.
“Pak Gubernur dan Ibu Sekda sedang berjuang. Tapi kita harus sesuai sistem. Ini bukan soal tidak mendukung media, tapi bagaimana menjaga agar semua aman secara hukum dan administrasi,” tutup Faisal.
Rapat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dijadwalkan berlangsung Senin mendatang.
Harapannya, mekanisme dan teknis alokasi anggaran media bisa segera difinalisasi agar seluruh media tetap dapat menjalankan fungsinya sebagai pilar informasi publik daerah.

 
		 
