KUKAR: Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Tenggarong memperkuat komitmen dalam pembinaan warga binaan melalui kerja sama dengan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Diarpus) Kutai Kartanegara (Kukar).
Kedua lembaga tersebut menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Peningkatan Minat Baca dan Penyediaan Buku Bacaan bagi Warga Binaan, yang disaksikan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kukar, Sunggono, pada Selasa, 4 November 2025.
Kegiatan di Lapas Perempuan Tenggarong itu juga dirangkaikan dengan peresmian Perpustakaan Sipena, fasilitas baru yang menjadi ruang belajar dan sumber pengetahuan bagi para warga binaan.
Sekda Kukar Sunggono menyebutkan, kerja sama antara Lapas dan Diarpus Kukar merupakan langkah strategis yang mencerminkan kepedulian nyata terhadap pembinaan serta pemberdayaan warga binaan.
Ia menilai, kolaborasi tersebut sejalan dengan upaya pemerintah daerah dalam menumbuhkan budaya literasi di seluruh lapisan masyarakat, termasuk di lingkungan lembaga pemasyarakatan.
“Ini adalah upaya kita bersama untuk memberikan bekal berharga bagi warga binaan. Kita memberi mereka akses terhadap ilmu pengetahuan, yang nantinya dapat membantu mereka saat kembali ke tengah masyarakat,” ujar Sunggono.
Menurutnya, literasi memiliki peran penting dalam proses pembinaan.
Dengan membaca dan belajar, warga binaan dapat mengisi waktu secara produktif sekaligus membangun semangat baru untuk memperbaiki diri.
Sunggono menegaskan, perpustakaan di lapas tidak hanya menjadi tempat membaca, tetapi juga sarana pembinaan yang mendukung rehabilitasi sosial serta mempersiapkan warga binaan untuk kembali ke masyarakat.
Ia menekankan pentingnya ketersediaan koleksi bacaan yang relevan dengan kebutuhan warga binaan.
Buku-buku pelatihan vokasional seperti tata boga, tata rias, menjahit, dan kerajinan tangan dinilainya sangat dibutuhkan sebagai bekal ekonomi pasca-bebas.
Selain itu, literatur pengembangan diri, psikologi populer, serta bacaan spiritual juga penting untuk mendukung pemulihan mental dan emosional warga binaan.
Karena sebagian besar penghuni Lapas Perempuan merupakan ibu rumah tangga, Sunggono menilai keberadaan buku-buku pengasuhan anak menjadi sangat relevan.
“Buku-buku ini diharapkan dapat membantu mereka tetap menjalankan peran sebagai ibu, mendidik anak dari balik jeruji, dan mempersiapkan diri untuk kembali membangun keluarga,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, literasi hukum dasar perlu diberikan agar warga binaan memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Selain itu, kemampuan literasi digital juga penting untuk dikenalkan sejak dini melalui pelatihan dasar komputer, pengenalan Microsoft Office, hingga keterampilan mengetik.
“Dengan kemampuan literasi digital, mereka tidak akan gagap teknologi dan bisa lebih siap bersaing di dunia kerja,” sebutnya.
Sunggono mendorong agar warga binaan yang memiliki kemampuan membaca dan menulis lebih baik dapat menjadi tutor sebaya bagi rekan-rekannya.
Mereka bisa berperan aktif dalam kegiatan belajar-mengajar di lapas sekaligus membantu mengelola perpustakaan yang baru diresmikan tersebut.
Cara ini, menurutnya, dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri di kalangan warga binaan.
Ia berharap keberadaan Perpustakaan Sipena di Lapas Perempuan Tenggarong tidak sekadar menjadi sarana hiburan, melainkan menjadi instrumen penting dalam membangun kemandirian dan produktivitas warga binaan.
“Kita tentu mendukung upaya ini agar terus berlanjut. Semoga usaha ini berbuah manis dengan hadirnya individu-individu yang produktif dan siap kembali ke tengah masyarakat,” pungkasnya.
